Minggu, 21 Agustus 2011

Jalan Keabadian


Sudah jadi kebiasaan Lintang, mengignore pesan singkat yang masuk di ponselnya dengan nomor asing yang tidak ada dalam phonebooknya. Apalagi jika pesan singkatnya berisi kalimat retoris. Cukup lama pesan singkat itu berulang setiap pagi, sampai suatu saat Lintang mereply ucapan terimakasih dan menanyakan nama pengirim. "Hei, aku Bintang, masak kamu belum tahu ini nomerku". Itu sebaris pesan singkat yang masuk kemudian ke ponsel Lintang. Ada raut heran diwajahnya waktu membaca deretan pesan yang juga bernada heran. Seingat Lintang, malam perkenalan itu tidak ada adegan tukar ponsel, karena dia buru-buru pulang, waktu Lia datang dan iseng memperkenalkan Bintang sebagai sepupu jauh.

“oke aku save ya nomernya, apa kabar Bint?” jari Lintang langsung tekan send begitu selesai typing pesan singkat, tanpa penasaran sedikitpun. Hari itu kurang lebih minggu kedua setelah perkenalan mereka. Dan hari-hari berikutnya, Lintang sering mereply pesan singkat yang masuk dari Bintang, memang tidak setiap hari tapi cukup sering. Tidak jarang mereka terlibat percakapan ringan. Terbukti Lintang juga sering terlihat senyum senyum sendiri dan jarinya lincah memainkan tombol ponsel digenggamannya.

“hai apa kabar, aku beranikan diri telpon nih, soalnya beberapa hari tidak bisa tidur” ucap Bintang dari seberang, waktu kali pertama menelpon Lintang siang itu.

“hahaha…. Serius? makanya beberapa hari ini aku susah tidur, ternyata gara-gara kamu mikirin aku ya” jawab Lintang sekenanya, tanpa bermaksud apapun.

“kamu jahat” kata Bintang “jahat kenapa?” sahut Lintang cepat, masih dengan nada canda.

tapi Bintang hanya mengulang-ulang kata “kamu jahat” sampai beberapa kali tanpa menyertakan alasan.

“kamu jahat mata tajammu waktu malam perkenalan itu seperti menembus kepusat jantungku” begitulah Bintang mengawali pembicaraan dengan Lintang melalui ponsel.

Awalnya Lintang memang tidak tertarik untuk menanggapi dengan serius, intro dari kalimat Bintang yang sangat terkesan gombal. Tapi demi mendengar Bintang menuturkan profil dirinya, serta perjalanan singkat hidupnya, kali ini nadanya mulai sedikit tenang, meski masih terdengar nafasnya terburu dan bergetar. Tanpa terasa Lintang mulai merapikan duduknya, dan menyimak maksud perkataan Bintang dengan serius. Sambil pikirannya melayang mengingat perkenalan malam itu. Dengan maksud supaya bisa masuk disituasi Bintang yang begitu semangat memaksanya dalam ingatan yang sama. Lintang tetap tidak berhasil menemukan tanda bahwa ada yang istimewa malam itu. Selain dia harus pulang agak malam, kemudian Lia datang dan mengenalkan Bintang sebagai kakak sepupunya yang baru pindah dari Jakarta, titik. Kumpulan singkat ingatan Lintang terhenti, ketika lawan bicaranya kembali dengan nada yang bergetar mengatakan. “boleh ga aku telpon setiap kali kangen” suara dari seberang mencoba tenang tapi tetap saja bergetar. Belum juga Lintang menjawab pertanyaannya, Bintang sudah minta ijin menyanyikan sebuah lagu dan tanpa jawaban. Bintang menyanyikan dua buah lagu, yang pertama tidak asing ditelinga Lintang karena itu juga lagu favoritnya, lagu yang kedua sangat asing. Lintang mencoba menikmati suara merdu Bintang, tapi karena dia menyanyi dengan nafas terburu membuat getarnya sangat kentara, jadi terdengar sedikit tidak beraturan. Setelah selesai baru menjelaskan lagu kedua adalah ciptaannya.

“Trimakasih, suaramu bagus ya, jadi tersanjung” kalimat yang akhirnya meluncur dari mulut Lintang. Sebagai konfirmasi bahwa dia mengikuti dengan serius prosesi perkenalan singkat Bintang kepadanya.

Hari-hari berikutnya menjadi tambahan rutinitas bagi Lintang untuk menjalin komunikasi yang baik dengan Bintang.

Nada bicara Bintang pun sudah mulai beraturan waktu menelpon.

“kamu ternyata tidak seperti yang aku dengar sebelumnya, kamu tegas tapi lembut” itu kata Bintang pada komunikasi by phone berikutnya.

“nama kita sama, aku Bintang kamu Lintang, aku juga tidak tahu mengapa harus di kota ini dan bertemu kamu, yang aku tahu tidak ada yang kebetulan” lanjutnya.

Dan masih banyak lagi hal privasi dari Bintang yang digelontorkan ke Lintang sebagai orang baru yang dia percayai dan membuatnya nyaman untuk mendengar dan menyimpan seluruh rasa dan yang bisa diucapkan.

Lintang tahu dengan tepat, tidak semua rasa bisa terdefinisi dengan baik dalam sebuah kalimat yang bisa diungkapkan.

“sekarang kamu janji demi Tuhan, enggak bakal cerita kesiapapun apa yang aku bilang” kalimat yang tidak pernah lupa diucapkan Bintang sebagai closing percakapan. “oke, janji… demi Tuhan!” jawab Lintang sungguh sungguh.

Komunikasi mereka berjalan cukup lancar, meskipun sempat tersendat karena ada masalah dari pihak Bintang. Dan atas request Bintang. Tapi sama sekali tidak mengurangi penilaian hati Lintang.

Tentang pertanyaanmu yang belum terjawab, tentang kegelisahan dan rasa bersalahmu, semua sudah terjawab dengan benar, karena kamu bisa langsung bertanya pada pemberi hidup yang sekarang sudah ada didekatMu selamanya.

Maaf, membuatmu menunggu dan terpaksa harus mengingkari janji karena kondisi, tapi sekali lagi, hitam putihnya sekarang semua sudah jelas bagimu.

Itulah bukti nyata, Tuhan lebih mengasihimu.

Indie *31/07/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.