Kamis, 13 Februari 2014

Mengenali Sumber Suara




Bulan ini saya mendapat renungan dan pesan dalam beberapa hari sampai dengan hari ini berbicara soal cinta, yang membuat saya tertarik menuliskan hal ini. Sebuah topik yang menarik jika dikaitkan dengan apapun apalagi dibicarakan di bulan Februari. Karena memang cinta adalah pengendali prilaku. Cinta mampu memotivasi kita melakukan banyak hal terberat, bahkan hal mustahil sekalipun, dalam arti hal yang tidak pernah bisa kita lakukan sebelumnya. Cinta membuat manusia mau mempelajari sesuatu dan mampu melakukan (menghidupi) dengan kerelaan hati yang penuh tanpa pamrih, bahkan seketika mampu menghapus keberatan-keberatan bersyarat yang pernah ada sebelumnya. Terutama untuk orang dengan usia tertentu yang sudah mampu menimbang serta menentukan pilihan. Cinta  mampu menembus ruang dan waktu, memisahkan antara pikiran, kehendak dan perasaan. Hanya manusia seringkali lupa bahwa hidup ini terbentuk dari sebuah cinta baik sebagai subyek maupun obyek. Jika kesadaran ini dipelihara maka rasa "saling" akan bertumbuh. Tidak akan banyak masalah timbul, yang disebabkan oleh tuntutan kepedulian antara seseorang terhadap orang lain sebagai orang yang wajib tanggungjawab, atau membebani orang lain dengan suatu keharusan tanpa meneliti kebenarannya. Situasi yang terjadi berulang-ulang semacam ini yang kemudian menggerus kepekaan nurani manusia untuk membentuk rasa saling mengasihi. Karena itu banyak kisah-kisah nyata yang disebut inspiratif, digunakan untuk sekedar mengingatkan manusia yang sedang lupa akan hal esensial dalam hidup ini yaitu cinta kasih dan kepedulian.    
Saya beberapa tahun yang lalu pernah membaca satu artikel menarik mengenai seekor anjing di Kenya yang menyelamatkan nyawa bayi yang dibuang ibunya dihutan. Seekor anjing yang sedang mengais makanan, menemukan bayi yang dibuang ibunya dihutan. Anjing itu kemudian membawa bayi yang terbungkus kain tersebut. Saksi mata melihat anjing ini menyeret bayi melintas jalan raya. Kemudian anjing itu meletakkan bayi itu bersama-sama dengan anak-anak anjing di sebuah tempat yang hangat dan terlindung. Sampai kemudian dua anak yang sedang bermain tidak sengaja menemukan bayi tersebut. Anjing tersebut tanpa nama, tetapi kemudian disebut mkombozi atau penyelamat.
Anjing menjadi simbol menarik. Di kebiasaan tertentu ia dianggap haram. Namun anjing juga sering muncul sebagai simbol yang menegur manusia yang terlalu yakin dengan keluhuran martabatnya yang lebih tinggi dari binatang. Anjing begitu rendahnya bahkan budaya tertentu sebutan hewan ini menjadi kata makian seseorang yang ingin merendahkan martabat manusia lain. Tetapi anjing juga sering kali menunjukkan mereka lebih memiliki kesetiaan, pengabdian, kepedulian dan cinta daripada manusia. Banyak kisah nyata mengenai anjing, dari yang paling terkenal seperti hachiko, lalu mkombozi dari Kenya yang pernah saya baca, sampai yang tidak tertulis, seperti cerita teman saya tadi malam melalui telpon yang menyebut anjingnya sebagai guardian angel buat dia saat ini. Yang semua kisah tersebut tidak lain ditulis untuk membantu mengingatkan manusia tentang esensi kehidupan.
Saya jadi ingat cerita pandawa lima dalam dunia pewayangan, ketika pandawa berjalan menuju puncak Himalaya dikaki gunung, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjadi pendamping perjalanan pandawa yang setia. Saat mendaki puncak satu per satu mulai dari drupadi, sadewa, nakula, arjuna dan bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan anjingnya yang berhasil mencapai puncak gunung karena kesucian hatinya.
Dewa Indra pemimpin masyarakat kahyangan datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke swargaloka dengan kereta kencananya. Namun Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk Swargaloka. Yudistira menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Drupadi. Yudistira menjawab bahwa bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya.
Kita boleh saja mengklaim diri sebagai makhluk yang berbudaya atau beragama. Namun ketika kita berbicara mengenai sesuatu yang esensial dalam kehidupan yang berbau kemanusiaan semacam cinta kasih dan kepedulian, kita justru perlu belajar dari makhluk yang selama ini dianggap rendah, yaitu anjing. Kita mungkin juga gerah dan ada rasa tidak terima dengan kenyataan ironis, dimana-mana kebenaran suci ditabur, namun segala perilaku hina, kekerasan, saling jegal dan sejenisnya menjadi drama kehidupan nyata yang terus menerus dipertontonkan.
Banyak peristiwa kekerasan yang berujung pada hilangnya nilai kemanusiaan dan banyak lagi kasus yang membuktikan bahwa manusia (lain) pantas dikorbankan untuk sebuah kebenaran yang belum dipahami. Kebenaran yang tidak pernah dipahami akan membuat manusia menjadi manusia kerumunan, karena masing-masing tidak mengerti dengan tepat. Psikologi semacam ini sering menghilangkan kepekaan dalam diri manusia dan kemudian mengalienasi manusia dari keunikan dirinya, otentisitas dan kemampuannya untuk mencintai dan peduli, karena membuat manusia merasa tidak bersalah ketika mengganyang orang lain yang dianggap berbeda.
Cinta disebut singularitas, karena ia menjadi unik pada diri setiap orang. Cinta juga didefinisikan sebagai puisi dalam kehidupan. Saya pernah membaca sebuah kalimat metaforis yang mengatakan bahwa manusia memiliki kesamaan dengan keindahan bunga mawar dipagi hari yang gemetar menanggung dingin tetes embun dikelopaknya, ketika manusia mencintai kehidupan bukan karena terbiasa hidup melainkan terbiasa mencintai. Hal ini menjadi bukti definisi lain dari cinta yang adalah kebiasaan. Konteks cinta juga bisa muncul pada seseorang yang menekuni sebuah bidang dengan amat dalam dan tidak mempedulikan imbalan materi.
Sebagian orang mendefinisikan cinta sebagai kesederhanaan, karena kadang terlalu mewah untuk dapat dilakukan oleh manusia, tapi kesederhanaan itu juga yang membuat cinta bisa dilakukan oleh makhluk apapun yang paham akan esensi mendasar dari kehidupan. Bisa jadi karena makhluk tersebut mendapat rasa itu dari sang pencipta. Cerita Yudistira ketika masuk swargaloka ditemani oleh seekor anjing, bukan saudara dan istrinya menjadi simbol bahwa Surga mungkin adalah sebuah cinta sederhana seseorang pada pathway hidupnya, bukan gemerlap ritual agama atau untuk unjuk kebenaran suci. Dan makna jawaban Yudistira bahwa bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya menyimbolkan seseorang yang tetap berjalan pada pathway-nya, pada kemurnian hatinya, pada apa yang menjadi keunikan dirinya yang dibagikannya pada orang lain tanpa menimbang untung dan rugi.
Cinta adalah kabar gembira bagi kehidupan manusia. Hanya saja sering kali kabar itu merupakan gaung jauh didalam hatinya. Begitu jauhnya sumber suara itu sehingga gaungnya pun tidak pernah tersampaikan dalam perilaku. Hanya orang yang mengenali kedalaman dirinya yang mampu menangkap sumber suara itu kemudian melantunkan nada itu dalam kehidupannya.
Jujur, saya bukan penggemar anjing atau hewan berjenis piaraan, apalagi cerita pewayangan seperti yang saya tulis diatas, saya hanya senang belajar dari cerita-cerita bernilai kesetiaan, meskipun seringkali saya membacanya tanpa sengaja. Tapi saya bersyukur karena setiap kali ketika memerlukan masih mampu mengingat dan menulis ulang untuk saya jadikan sebagai pengingat, entah sekedar menguatkan hati atau mempertebal rasa maklum dan menurunkan kadar kenaifan yang terlalu tinggi dalam diri saya.
Menjalani kehidupan tidak pernah mudah bagi semua orang. Apalagi untuk mengikut peradaban yang terus menerus berkembang. Tapi sesungguhnya hidup itu sederhana, sesederhana kita menangkap sumber suara yang tidak lain adalah cinta itu sendiri kemudian mewujudkannya dalam bentuk lagu kehidupan yang indah, ketika kita terus menerus belajar bagaimana mencintai, memahami dan melakukan yang benar. 

Selasa, 12 Feb 2014

Minggu, 12 Januari 2014

Kebaikan Mengerjakan Kebaikan



Setiap perjalanan selalu melewati dari musim ke musim, dan setiap musim selalu memberikan pengalaman unik yang berbuahkan pelajaran baik dari sebuah perjalanan. Terutama musim hujan.

Hujan tanpa henti yang terjadi mulai Sabtu kemarin jam 21.25 WIB sampai pagi ini membuat banyak orang menunda aktifitas yang tidak bernilai keharusan. Apalagi ini hari Minggu. Selain karena kondisi jalan yang mengurangi kenyamanan berkendara, alasan lain bagi pengendara roda dua kemungkinannya adalah harus memakai perlengkapan hujan yang pasti cukup merepotkan. Tepatnya sih sedikit repot jika menginginkan tetap nyaman meskipun naik roda dua waktu hujan, paling tidak terhindar dari siraman genangan air yang tergilas roda dari kendaraan lain. Termasuk saya, karena tidak ada tugas saya bisa memilih jam ibadah secara fleksible, menurut kemurahan hati sang alam.
Meskipun tidak terus menerus deras, tapi intensitas hujan cukup rapat, dan tanpa jeda, jadi tetap saja banyak genangan air, udara lembab, atap bocor, air menetes dan mengalir dari manapun, mungkin karena terlalu banyak, sehingga segala bentuk lubang sekecil apapun tiba-tiba bisa berfungsi sebagai saluran air.
Ada sebagian orang yang bersyukur karena pada waktu hujan turun sudah sampai dirumah, dan untuk kemarin malam saya kembali masuk sebagian orang yang bersyukur karena sudah tiba dirumah begitu hujan lebat yang menjadi pembuka hujan tanpa spasi di satu jam berikutnya. Tapi juga pasti ada yang kurang beruntung, karena harus menikmati hujan ditengah perjalanan. Yang pasti setiap orang pernah mengalami kedua kondisi tersebut.
Seperti yang pernah saya alami seminggu yang lalu (Senin, 6 Januari 2014).
Waktu itu saya pulang dari gereja pukul 20.40 WIB masih gerimis. Rupanya hujan deras mulai pukul 15.45 WIB yang tidak kunjung berhenti sudah menggenangi banyak ruas jalan, bahkan  jalan favorit yang biasa saya lewati menuju kerumah, tiba-tiba penuh tergenang air cukup tinggi. Dikatakan tinggi karena biasanya daerah tersebut jarang tergenang air sebanyak itu.
Saya bertemu genangan air cukup tinggi pada waktu tiba dipertengahan jalan Kranggan. Awalnya saya berpikir untuk putar balik, karena scooter matic yang saya kendarai cukup ngotot melintasi genangan air tersebut, tapi saya putuskan meneruskan perjalanan, dengan harapan jalan yang saya tuju genangannya tidak setinggi itu. Tapi ternyata diluar dugaan, daerah tersebut airnya lebih tinggi, melebihi knalpot matic saya, dan alhasil motorpun mogok dengan sukses ditengah banjir. Saya putar balik motor ketempat yang tidak tergenang air, tepat disebelah warung. Saya bersyukur ada sepasang (pria dan wanita) pengendara motor yang kebetulan melewati jalan yang sama. Mnghampiri saya, : “mogok mbak” kata yang pria, saya menganggukkan kepala sambil tersenyum kepada keduanya. Saya standarkan motor, saya piker motor mereka juga mogok, tapi ternyata tidak, mereka menemani bahkan membantu mengusahakan sampai motor saya bisa kembali dinyalakan, dengan mengeluarkan terlebih dahulu air, yang berhasil memenuhi knalpot. Kurang lebih 20 menit, kami bertiga disitu tapi motor belum berhasil dinyalakan. Meskipun sambil ngobrol, tapi tetap saja tegang. Karena saya tiba dijalan tersebut pukul 20.45 WIB. Tiba-tiba ada seorang pemuda lengkap dengan jas hujan,  ikut menepi di tempat kami. “Mogok mas” sapaaan standar musim banjir saya lontarkan. Dan dia jawab “iya mbak”. Saya mencari informasi tentang jalan yang dia lewati, ternyata dia melewati jalan yang akan saya tuju. Dia bilang, banjirnya cukup tinggi, lalu menyarankan saya untuk tidak melewati jalan tersebut. Pria yang sedari tadi sudah membantu saya memotong pembicaraan, “njenengan paham matic mas, saya kurang paham” (anda paham motor matic mas, saya tidak paham).  Tanpa basa-basi pemuda tersebut langsung menyalakan motor saya dengan cara seperti biasa , dan berhasil. Padahal dari tadi kami berusaha menyalakan dengan cara yang sama tidak bisa. Sambil menunggu panas, dia bilang bahwa businya tidak ada masalah.  Langkahnya juga sudah benar, air diknalpot harus dikeluarkan dan tunggu mongering baru bisa di nyalakan kembali.

Setelah  memastikan motor saya sudah berhasil berfungsi dengan baik, sepasang penolong saya, pamit, dan saya tidak lupa mengucapkan terimakasih. Sebelumnya saya bilang sama pemuda tersebut, “motornya ga coba dinyalakan mas?”. “busi motor saya memang sudah sowak (rusak) tapi nekad saya paksa nerjang banjir, jadinya ya begini”, jawabnya ringan sambil senyum. Saya bilang kembali ke dia, “sekarang coba aj dulu, soalnya kan mas habis melakukan kebaikan membantu saya, siapa tahu Tuhan mengembalikan kebaikan tersebut ke mas”. Saya sudah siap diatas motor, dan pemuda tersebut akhirnya ikutan naik diatas motor, sedikit ragu melakukan saran saya... dan kendaraan berhasil menyala. Kami berempat bersiap-siap melanjutkan perjalanan masing-masing. Meskipun saya tidak mendengar apa yang mereka ucapkan tapi saya melihat kebahagiaan diantara kami, karena waktu kami tidak terbuang percuma malam itu, termasuk sepasang pengendara yang sebenarnya tidak bermasalah dengan kendaraan mereka.

Gerimis masih mengiring perjalanan saya melintasi jalan yang sebelumnya sudah dianjurkan oleh mereka tadi, untuk menghindari banjir. Selama perjalanan menuju kerumah, saya menitikan air mata ditengah rintik hujan, bukan karena nelongso (mengasihani diri sendiri), tapi air mata yang disertai senyum ucapan syukur.

Dan pelajaran malam itu adalah bahwa kebaikan selalu mengerjakan dan  berbuah kebaikan. Sebuah kesempatan melihat Kebenaran, bahwa TUHAN  adalah penolong yang setia, tidak pernah membiarkan kita sendiri menghadapi besar atau kecilnya kesulitan. Dia selalu siap menyediakan pertolongan melalui siapapun, apapun kesulitan kita, dan  dimanapun kita berada.
Tidak ada yang bisa menahan perbuatan yang TUHAN kerjakan, sekalipun kita berusaha menahan kebaikan yang seharusnya kita lakukan untuk orang lain, TUHAN tetap  akan memakai siapapun sebagai alat untuk mengerjakan kehendakNya.

Minggu, 12 Jan 2014

Rabu, 08 Januari 2014

Budaya Baru



 Negeri tetangga yang satu ini sering disebut menjadi contoh disiplin, ketertiban dan kebersihan, terutama ditempat umum. Kalau ada uang lebih, belum pernah menginjakkan kaki disini, rasanya kurang afdol.
Karena saya berkunjung masuk di bulan desember, praktis setiap tempat umum memasang ornament bernuansa natal. Menyenangkan sekali, membuat orang yang berada ditempat-tempat tersebut menikmati kekentalan suasana natal. Menurut beberapa teman yang sering berkunjung kesana ornamennya berubah-ubah setiap tahunnya, unik dan indah, jadi sah-sah saja kalau sebagian besar orang berebut untuk mengabadikan suasana yang menyenangkan tersebut. Entahkan pendatang yang sekedar berkunjung untuk berlibur seperti saya atau penduduk setempat.

Di kota ini, meskipun ada ditengah keramaian yang padat dan lalu lalang orang dengan aktifitasnya kita tetap merasa nyaman, tanpa terganggu dengan bau tidak sedap karena sampah atau orang yang melakukan tindak kriminal. Setiap pengguna tempat umum dan alat transportasi umum bersedia mematuhi semua aturan dan tata tertib yang tertulis tanpa pengawasan, seperti mesin otomatis.

Sebenarnya dimana-mana yang namanya pelanggaran dan kesalahan, manusia adalah letaknya, dibelahan negeri manapun, tetap ada orang yang entah sengaja atau ketidak mengertian melakukannya.
Mungkin pendatang yang masih menggunakan budaya ditempat lama, atau penduduk tetap yang ingin mencoba mengusung budaya usang ditempat yang baru. Entah hanya ada beberapa orang yang kebetulan saya jumpai waktu saya berkunjung, atau memang benar adanya saya kurang paham.

Saya menjumpai beberapa budaya baru (diluar kebiasaan yang biasa saya lihat disemarang), salah satunya adalah budaya yang menggenapi satu jargon mendekatkan yang jauh menjauhkan yang dekat. 
Hampir 90% orang yang saya jumpai ditempat umum, berjalan, menunggu antrian masuk dan keluar, didalam bis kota atau MRT (Mass Rapid Transit) sistem angkutan cepat yang memfasilitasi warga kota untuk beraktifitas. Hampir setiap orang  menggunakan headset yang tersambung di smartphone masing-masing. Seperti sebuah keharusan dan tata tertib. Sekilas ada yang benar-benar menggunakannya untuk bekerja karena mungkin tidak mau sedikit waktupun terbuang untuk hal sia-sia bagi sebagian orang. Meskipun sekedar bersosialisasi dengan sesama penumpang. Tidak jarang mereka menggunakan sesuatu yang terlihat latah tersebut hanya untuk sekedar berhaha hihi atau mungkin hanya bermain game. Tapi acungan jempolmya adalah, setiap orang rela berdiri dari tempat duduknya dan memberikannya untuk orang yang lebih pantas mendapatkan tempat duduk tersebut dengan mempersilahkan sambil senyum, persis seperti yang tertulis di peraturan angkutan umum. Terus terang cukup salut melihat pemandangan yang bernilai kepatuhan tersebut, mengingat pengguna transportasi umum yang begitu variatif, hampir mewakili seluruh lapisan masyarakat dari executive muda, kaum profesional, anak sekolah, pegawai toko, dll.
Sejak hari pertama saya menginjakkan kaki di negeri singa tersebut, saya hanya menjadi pengamat jika ditempat umum. Seru sih, meskipun tidak sepanjang waktu saya memperhatikan. Adakalanya ngantuk karena tidak tersedia wifi everywhere sehingga alat komunikasi saya tidak berfungsi, jadi saya banyak menganggur, tapi kadang juga memperhatikan dengan fokus tertentu.
Ngomong-ngomong soal wifi everywhere, saya jadi malu, terus terang tanpa persiapan, jadi saya benar-benar mengandalkan wifi, sementara hotel tempat saya menginap punya peraturan khusus mengenai hal itu.
Jika reservasi melalui website maka akan gratis wifi 24 jam. Ternyata saya tidak reservasi melalui website hotel tersebut, dan setiap 2 jam dikenakan biaya sebesar 5$Sin. Saya sempat tergoda dan mencoba menggunakan servis tersebut dimalam terakhir, tapi koneksinya gagal, saya putuskan untuk membatalkan layanan tersebut.
Cukup bingung, dinegeri orang tanpa komunikasi dengan banyak orang terkasih.

Kembali ke pelajaran yang saya dapatkan di negeri singa. Masih sehubungan dengan fenomena yang ada ditempat umum. Saya sempat memperhatikan pasangan muda dengan satu anak didalam MRT, karena saya tidak ada kesibukan seperti yang 'lazimnya' dilakukan banyak orang  ditempat umum, saya memilih kesibukan untuk memperhatikan secara focus pasangan muda dengan seorang anak balita yang baru masuk dan berdiri persis didepan saya duduk. Mereka mendudukkan putri mereka, dan mereka berdua tetap berdiri. Saya melihat pasangan tersebut sibuk dengan ponselnya masing-masing, sesekali berkomunikasi singkat. Kurang kerjaan juga,   saya perhatikan putri mereka yang kira-kira berusia 4-5 itu, sedang memainkan pasmina, dia meminta benda itu dari mamanya. Entah itu akan digunakan untuk dirinya sendiri atau sengaja dibawa untuk putrinya. Sekilas terlihat tidak ada yang aneh dari gadis tersebut, karena didandani cantik, menggunakan kacamata, bandana, mantel, tapi ketika saya perhatikan gerak geriknya dia adalah gadis berkebutuhan khusus. Ironi memang, kota yang sibuk ternyata dapat menyita  perhatian pasangan muda tersebut untuk putrinya, dan memilih tetap hanyut dalam arus kesibukan mereka, tanpa memahami bahwa tujuan mereka membawa putrinya tersebut untuk menikmati weekend bersama keluarga.

Hal lain yang lebih sering saya jumpai, beberapa pasang remaja. Entah sedang pendekatan atau memang sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Mereka asik sekali (feel free) menunjukkan romantisme ditempat umum. Saya yang tanpa sengaja memperhatikan jadi merona, entah karena malu sendiri atau jadi pengen (hahaha…). Budaya itu muncul karena memang tidak semua pengguna tempat umum saling memperhatikan, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri dan saya menangkap satu prinsip, selama tidak mengganggu orang lain segala sesuatu sah.

Tapi sekali lagi itu beberapa budaya baru memang akan selalu muncul sebagai akibat kemajuan peradaban atau jaman, di belahan bumi manapun kita ada dan pada jaman kapanpun kita hidup. 
Kitalah yang menjadi penentu pilihan-pilihan cara hidup yang ada. Hal baik mana yang akan kita adopsi.

Di Semarang mungkin masih jarang kita jumpai, pejalan kaki ditempat umum atau pengguna transportasi umum dengan menggunakan smartphone dan headset, apalagi yang berpakain rapi, seperti executive muda, kaum profesi, pasti lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, terlihat lebih prestige. Mungkin banyak alasan, entah karena kekhawatiran akan mengundang tindakan kriminal atau karena alasan lain, dikira aneh (misalnya).
Tapi tidak ada yang tidak mungkin untuk mengawali segala sesuatu yang baik (ketertiban, kebersihan, keamanan, kenyamanan) di kota kita masing-masing. Meskipun pasti sangat berat untuk menmulainya, dibutuhkan latihan, pengawasan dan perawatan pada awalnya. 

Singapore 5-7 Des 2013 

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.