TUGU MUDA
Tugu muda Merupakan tugu yang berpenampang segi lima. Terdiri dari bagian yaitu landasan, badan dan kepala. Pasa sisi landasan tugu terdapat relief. Keseluruhan tugu dibuat dari batu. Untuk memperkuat kesan tugunya, dibuat kolam hias dan taman pada sekeliling tugu. Monumen Tugu Muda didirikan untuk memperingati Pertempuran Lima hari di Semarang. Pada tanggal 28 Oktober 1945, Gubbernur Jawa Tengah, Mr. Wongsonegoro meletakkaan batu pertama pada lokasi yang direncanakan semula yaitu didekat Alun-alun. Namun karena pada bulan Nopember 1945 meletus perang melawan Sekutu dan Jepang, proyek ini menjadi terbengkalai. Kemudian tahun 1949, oleh Badan Koordinasi Pemuda Indonesia (BKPI), diprakarsai ide pembangunan tugu kembali, namun karena kesulitan dana, ide ini jugaa belum terlaksana. Tahun 1951, Walikota Semarang, Hadi Soebeno Sosro Wedoyo, membentuk Panitia Tugu Muda, dengan rencana pembangunan tidak lagi pada lokasi alun-alun, tetapi pada lokasi sekarang ini (source: Wikipedia).
Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief pada tugu dikerjakan oleh seniman Hendro. Batu yang digunakan antara lain didatangkan dari kaliuang dan Paker. Tanggal 10 Nopember 1951, diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan pada tanggal 20 Mei 1953, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Tugu Muda diresmikaan oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Hingga sekarang, cukup banyak perubahan yang telah dilakukan terhadap arca di sekitar tugu muda, antatra lain pembuatan taman dan kolam (source: Semarang.go.id)
Pertempuran Lima Hari di Semarang
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia.
Dan ditunjuknya Mr Wongsonegero sebagai Penguasa Republik di Jawa Tengah dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban Pemerintah di Jawa Tengah mengambilalih kekuasaan yang selama ini dipegang Jepang, termasuk bidang pemerintahan, keamanan dan ketertibannya. Maka terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan perlucutan senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan justru di ibu kota Semarang. Kido Butai (pusat Ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuannya secara menyeluruh, meskipun dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang cuma menghasilkan senjata yang tak seberapa, dan itu pun senjata-senjata yang sudah agak usang.
Kecurigaan BKR dan Pemuda Semarang semakin bertambah, setelah Sekutu mulai mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Pihak Indonesia khawatir Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada Sekutu, dan berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang bergabung dengan Sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya menjajah Indonesia lagi.
Pertempuran 5 hari di Semarang ini dimulai menjelang minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-jalan dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan Pemuda tampak dalam keadaan siap. Pasukan Pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi para pemuda lainnya.
Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa Markas Jepang dibantu oleh pasukan Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta, tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang Irian.
Keadaan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-hampir tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan, kecuali diantaranya dari pasukan Polisi Istimewa, anggota BKR, dari ex-PETA dan Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur.
Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan pemberontakan 400 tentara Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang. Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring (kl 30 Km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak di bagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut.
Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi Indonesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan cadangan air minum itu.
Dr Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purasara) ketika mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya diketemukan di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh oleh tentara Jepang (namamya diabadikan menjadi RS di Semarang). Keesokan harinya 15 Oktober 1945 jam 03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang.
Markas BKR kota Semarang menempati komplek bekas sekolah MULO di Mugas (belakang bekas Pom Bensin Pandanaran). di belakangnya terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan serangan mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam, pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR mengundurkan diri meninggalkan markasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar