Kamis, 05 Maret 2020

MEMAINKAN MUSIK HIDUP


Tahun ini saya kembali menikmati Java Jazz Festival, yang digelar dari tanggal 28 Februari s/d 1 Maret 2020. Agenda rutin musisi jazz indonesia yang berbagi panggung dengan musisi jazz mancanegara, di kota jakarta. Sejujurnya, tujuan saya selalu mengagendakan untuk hadir adalah berjumpa dengan beberapa teman lama yang memiliki selera musik serupa dan menikmati pertunjukan dari panggung ke panggung bersama. Meskipun belum pernah bisa selama tiga hari berturut-turut datang, hanya satu hari, dan biasanya hanya hari sabtu. Tapi selalu berusaha mengalokasikan waktu dan dana untuk kebutuhan itu. Disamping merawat pertemanan juga menjadi bagian merawat kesehatan jiwa. Menghadiahi diri sendiri dengan bonus belajar dari teman-teman yang bakal bisa bareng-bareng dengan waktu yang cukup lama. Mendengar cerita, opini dan pengalaman mereka, adalah hal yang menarik. 

Lebih dari itu, saya juga menemukan pelajaran yang ternyata mirip dengan praktek keseharian hidup, dalam setiap pertunjukan, terutama pada waktu menyaksikan permainan instrumen musik dalam jumlah besar atau biasa disebut orkestra. Ada beberapa keharusan yang harus dipatuhi, bukan hanya untuk sebuah eksistensi maupun dedikasi, tapi hal lebih penting pun ternyata harus dilatih dan dikembangkan, yaitu karakter. 

Orkestra berarti mendengarkan. Untuk bisa bermain bersama pasti mereka adalah orang-orang yang telah melatih diri untuk saling mendengarkan dengan rendah hati. Karena saat bermain bersama satu-satunya hal pertama yang harus dipatuhi adalah saling mendengarkan. Itu yang saya rasakan pada waktu berlatih tim komplit, pun dengan lagu yang sederhana, tetap harus saling memperhatikan baik nada maupun isyarat. Mendengarkan adalah kasta tertinggi dari seluruh kemampuan indera yang dimiliki manusia. Karena lewat pendengaran kita melihat, meraba, merasa, juga bersuara. Kita perlu menutup semua indera dan mendengarkan, jeda untuk suara, peralihan sebuah suasana. Belajar mendengarkan orang lain, menjadikan kita tidak egois tanpa harus menjadi apatis. 

Orkestra berarti kepatuhan. Menyisihkan sepersekian menit untuk mempelajari repertoar yang berlembar-lembar. Membunyikannya dengan tepat dan benar. Berlatih keras dalam hitungan jam, hari, minggu, dan bulan untuk menghasilkan sebuah komposisi yang pas. Mengalunkan instrumen setepat yang ingin diceritakan oleh pencipta lagu dengan indah dan merdu. Bermain orkestra seperti bermain seni peran. Setiap tokoh dituntut patuh kepada konsekuensi peran yang mereka pilih. String section memproduksi nada dengan menggesek alat musiknya, brass section menyelaraskan dengan meniupnya, ryhtme section 

menyeimbangkan dengan memukul dan menekan nada sampai tercipta melodi yang sempurna. Orkestra juga berarti patuh kepada ayunan tongkat konduktor, sepatuh tangan-tangan yang ada di bawah kepemimpinan yang pas untuk bisa selaras. Patuh disini berarti tahu porsi, bukan berarti menolak segala kemungkinan improvisasi. 

Setiap pemain musik, meskipun sudah ahli sekalipun, jika bergabung dalam orkestra harus tetap patuh untuk hasil yang sempurna. Ada peran yang harus dimainkan, ada aturan yang harus dijalankan dan bertanggungjawab atas kepatuhan yang sudah pilih dengan sukarela. 

Orkestra berarti memaafkan. Setiap saat ada kemungkinan salah, tertinggal, terlalu cepat dalam memainkan nada. Setiap saat selalu ada kemungkinan yang merusak perjalanan sehingga harus diulang dari awal. Bermain musik yang berbeda secara bersama, adalah melatih kesabaran dan empati, bersedia berjalan mundur, menulusuri lagi dari awal, memperhatikan yang tertinggal dan melambatkan tempo. Lalu belajar merangkak lagi sebelum akhirnya berlari. Mungkin bagi beberapa yang sudah mahir, dalam proses ada yang tidak sabar. Tapi mereka juga harus bersedia memaafkan dan menaklukkan keinginan, demi tujuan kesempurnaan pertunjukan. Melalui semua itu, setiap pemain sadar bahwa ketika belajar, kesalahan ada memang untuk dimaafkan dan diarahkan, bukan dihentikan. 

Mungkin kesalahan orang lain membuat kita bosan dan menguji kesabaran, tapi tidak menutup kemungkinan kesalahan diri sendiri yang kadang melelahkan. Tapi yang lebih penting dari itu, setiap pemain tetap mau belajar, sehingga dapat memulai lagi ketika sudah lelah dan ingin berhenti. 

Ada kadar keseimbangan yang harus dicari dan ditemukan untuk mencapai kepuasan tertinggi. Karena pada dasarnya manusia itu terdeterminasi. Seperti anak kecil yang mengukur tinggi, selalu ada yang tidak puas jika diukur lebih kecil. Mungkin kita pernah menjumpai hal yang sama pada masa kanak-kanak, paling tidak melihat mereka melonjak-lonjak, berusaha mencapai batas dengan cara mereka yang terlihat lucu. Mungkin dengan minum vitamin, olah raga basket, renang, yang mereka percaya bisa menambah tinggi badan dengan cepat, lalu beradu siapa paling cepat tinggi. Dalam dunia pertunjukan, vitamin yang ditelan biasanya dalam wujud kesempatan. Untuk bermain lebih tinggi, dan bersinergi lebih luas. Karena kesempatan, bukanlah sesuatu yang diberikan melainkan sesuatu yang didapatkan. Terus belajar mengukur dan mengasah kemampuan dan berusaha mendapat kesempatan. Itu sebabnya orkestra juga berarti pengukuran. 

Badai dinamika dalam sebuah permainan musik adalah ujian yang membuat kita mengenali karakteristik pemainan kita untuk kemudian dapat memposisikan diri. Sehingga bisa menghasilkan karya musik yang harmonis, indah dan megah dalam presisi. Ada bagian-bagian lagu yang memposisikan kita untuk vokal dan menguat, di lain waktu menempatkan kita untuk samar dan mengiringi. Adakalanya setiap pemain beradu strategi mengalahkan rasa takut dan selalu percaya diri. meskipun sebenarnya dibalik rasa percaya diri, terselip rasa takut yang bahkan paling besar di dunia. Takut mengecewakan, takut tidak berarti, takut tidak diapresiasi. Tapi proses bermain bersama mengajari kita untuk mengendalikan diri dan emosi atas rasa yang muncul dalam setiap situasi. Sesungguhnya tidak ada orang yang benar-benar percaya diri, yang ada hanya orang yang rasa takutnya terkendali. Itu sebabnya orkestra berarti pengendalian. 

Pertunjukan orkestra tidak akan berarti ketika hanya dimainkan oleh pemainnya sendiri, mereka harus melibatkan penonton untuk meyakinkan bahwa pesan dari permainan musik itu sampai dan dapat dinikmati. Penikmat musik sejati adalah orang yang mau belajar. Bukan hanya menyaksikan pertunjukan hebat yang bermandikan peluh, tapi bisa merasakan nyawa dari musik itu secara menyeluruh, sehingga bisa menangkap bukan karena siapa yang memainkan, tapi apa yang sedang disampaikan. 

Kemampuan untuk bisa bermain musik adalah sebuah pemberian, itu sebabnya orang-orang tertentu melakukannya karena panggilan atau dikenal dengan bahasa kekinian pasion, sehingga mereka memiliki dedikasi yang tinggi dan memberi inspirasi bagi banyak orang, karena mereka bisa mengakomodasi semua kepentingan tanpa harus mengorbankan siapapun. 

Hidup kita seperti pemain musik yang tergabung dalam sebuah orkestra. Peran apapun yang kita ambil dalam hidup, harus diusahakan sedapat mungkin tidak lepas dari arahan konduktor kehidupan. Mengucapkan, menyuarakan dan melakukan gerakan-gerakan dengan tepat dan seharusnya, jika tidak akan merepotkan diri sendiri dan orang-orang disekitar kita, sesama pemain dan membingungkan penonton. Menikmati berbagai proses untuk saling memahami, dengan mendengarkan, memaafkan dan pengendalian diri. Tanpa kehilangan sebuah keyakinan, bahwa hidup kita akan berakhir dengan indah sesuai rencana konduktor kehidupan. Dan pada akhirnya, peran apapun yang kita pilih, dapat menyisakan akhir yang bahagia. Baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitar kita, di dunia. 

Bukan hanya pemain yang berperan mengirimkan nyawa untuk setiap lagu kepada penonton, penonton sejati pun memiliki peran yang sejajar. Penonton sejati mampu menikmati nyawa sebuah permainan musik, mereka bisa mempersembahkan apresiasinya yang oleh pemain ditangkap sebagai energi yang luar biasa besar, sehingga membangkitkan kepercayaan diri untuk memunculkan permainan terbaiknya. 

Tidak harus sependapat tentang apa yang saya tulis, tapi yang pasti ketika kita mengibaratkan kehidupan seperti pertunjukan musik, baik sebagai pemain atau penonton, akan selalu menyimpan kisah tentang kebersamaan. 


Mari mainkan musik hidup kita seindah dan sesempurna arahan sang konduktor hidup, sehingga harmoninya bisa dinikmati oleh siapapun yang ada disekitar kita, dari sang konduktor, sesama pemain hingga penonton. 

*Indie 01/03/2020

RAYAKAN HIDUP

Beberapa tahun lalu, tepatnya September 2013 saya ada kesempatan main ke Bandung selama 3 hari 2 malam, bersama rombongan karyawan tempat adik saya bekerja. Ada beberapa tujuan, salah satunya Transmart, yang pada waktu itu masih sangat hapening, jadi bisa dibayangkan, sangat ramai dan berjubel dengan pengunjung, dari dalam dan luar kota. Saya lebih memilih menikmati pertunjukan yang sudah dipersiapkan sesuai jadwal, pada hari dimana kami ada disana, dibanding memacu adrenalin dengan wahana yang tersedia. Di samping karena waktu itu sedang recovery pasca operasi siku tangan kiri yang dislokasi tulang karena jatuh. Tapi alasan sebenarnya memang saya kurang tertarik dengan wahana, karena reaksi psikologi ke tubuh sangat berlebihan, manifestasinya bisa pusing, mual, dan muntah, kata yang tepat mungkin adalah nyali yang ciut. 

Dari beberapa pertunjukan yang saya nikmati ada yang sangat menarik perhatian saya, yaitu pertunjukan bertabur talent, yang dikemas dalam bentuk drama. Kalau mungkin anda mengingat acara Indonesia's Got Talent di salah satu siaran televisi swasta, mungkin ada beberapa diantara mereka adalah hasil audisi yang dipekerjakan disana, tapi saya hanya menebak, karena ada beberapa adegan pertunjukan oleh pemain ahli yang pernah saya saksikan. Sangat menegangkan (sebenarnya) tapi karena ada cerita jadi menarik. Waktu adalah kali pertama saya menonton pertunjukan semacam itu secara langsung, yang membuat saya menangkap beberapa hal yang sangat mirip dengan kehidupan sehari-hari. 

Ada seorang pemimpin pertunjukan yang berperan sebagai pemandu acara sekaligus pengatur ritme pertunjukan. Hal yang juga kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Di keluarga, di lingkungan sosial, komunitas atau pekerjaan, akan selalu ada dan butuh seseorang yang memainkan peran serupa. Seorang pemimpin, pengatur, koordinator dan pemandu kebersamaan. 

Ada waktu dimana kita mendapat kesempatan menjalani peran seperti itu, kadang kita hanya bisa menanti dan berharap mendapat kesempatan itu. Mungkin kita lebih sering melihat orang lain yang diberi kesempatan itu, atau menyaksikan beberapa orang saling berebut untuk mendapatkannya. 

Ada beberapa yang bermain tali dalam pertunjukan itu, yang harus merambat pelan naik ke atas dengan seutas tali, menggenggamnya erat, menarik tubuh, melawan gravitasi, untuk menanjak, di pertengahan jalan, kadang tali akan digulung membelit tubuh mereka, lalu berayun dan berpindah ke tali lain untuk meraih satu puncak pertunjukan. Mereka harus melakukan setiap gerakan dengan tepat, jika tidak mereka akan cidera. 

Sama seperti hidup. Kita berlomba mendorong diri, menuju ke atas, memanjat tali kehidupan, meraih kemajuan dengan prestasi pendidikan, jenjang karir, dll. Adakalanya jalur itu tidak lancar, kadang ia berbelit, kadang berayun dan memaksa kita pindah menggenggam tali lain. 

Ada juga pemain keseimbangan, biasanya mereka berpasangan. Dua orang, saling mendukung, saling menguatkan. Kadang satu di bawah, yang lain bertopang di atasnya. Namun keduanya adalah pasangan, yang harus memerankan bagian masing-masing sebaik dan setepat mungkin, sesuai kesepakatan untuk tujuan keberhasilan pertunjukan. 

Sama seperti hidup, manusia selalu butuh manusia lain untuk berpasangan, butuh dukungan, dorongan, sandaran untuk bisa menjulang. Kadang menjumpai situasi tidak sepaham, tapi harus tetap berjalan karena kesepakatan keduanya dan tujuan yang sama. 

Bagian dari pertunjukan itu, ada pemain roda baja bertopang di ketinggian. Di dalam roda itu dia berlarian, berputaran, berloncatan ke depan, balik ke belakang. Kadang dia membuka mata, tidak jarang lompatan dilakukan dengan mata terpejam. Hanya berpegang pada sebuah keyakinan. 

Dalam hidup pun demikian. Kita harus terus berputar dalam roda dunia, dan kita di dalamnya berlarian. Berusaha mengikuti putaran, terkadang mempercepat rotasinya, tidak jarang tersengal karena kelelahan. Kadang kita dapat berjalan penuh kepastian, di lain waktu kita harus rela mengikuti laju roda berdasar keyakinan. 

Masih dalam pertunjukan, didalamya ada joker sang pelawak, yang muncul di tengah-tengah pertunjukan dengan, pakaian unik dan tingkah konyol, mereka menyediakan diri untuk ditertawakan. Meskipun mungkin di balik make-up tawa manis khas badutnya ada derita, dia tetap harus menjalankan tugasnya, memecah suasana menjadi kembali santai, membuat penonton tertawa, dan tetap menikmati pertunjukan yang sempurna dengan bahagia sampai selesai. 

Begitu juga hidup. Kadang kita perlu mentertawakan penderitaan kita, melihat sekeliling, memperhatikan gaya hidup sesama, pandangan mereka, bahkan cara perpakaian mereka lalu tertawa. Untuk kembali menetralkan bahwa hidup tidak harus se-ideal yang kita mau, karena yang kita perlukan adalah kekuatan untuk bukan sekedar melanjutkan hidup, tapi menyelesaikannya dengan baik, setepat arahan sang pemimpin kehidupan. 

Saya menjumpai berberapa adegan dan peran dalam pertunjukan tersebut mirip dengan keseharian hidup. Bahwa sesungguhnya hidup kita mirip dengan sebuah pertunjukan dengan kisah sepanjang hidup didunia ini. Peran apapun yang kita ambil dalam hidup, usahakan tidak lepas dari arahan sang pemimpin atau pemandu kehidupan. Mengucapkan, menyuarakan dan melakukan gerakan-gerakan dengan tepat dan seharusnya, jika tidak akan membahayakan diri sendiri dan orang-orang disekitar kita. Ada proses yang menyulitkan yang membuat kita menangis. Ada waktu dimana harus mentertawakan penderitaan dari sepenggal kisah yang sementara. Tanpa kehilangan sebuah keyakinan, bahwa hidup kita akan berakhir dengan indah sesuai rencana pemimpin kehidupan. Dan pada akhirnya, peran apapun yang kita pilih, usahakan menyisakan akhir yang bahagia. Bagi kita maupun orang lain disekitar kita, di dunia. 

Nikmati prosesnya, rayakan setiap waktu dan kesempatan yang kita miliki, sehingga semakin hari kita bertumbuh menjadi pribadi yang pandai mencari alasan untuk bersyukur, bukan mengeluh.

*Indie 01/01/2017

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.