Selasa, 16 Juni 2009

Sedang dimana

Sekilas melihat, mendengar, mengamati…
Ada yang hanya diam dan merenung, meratapi sebuah adegan masa lalu yang berisi kegagalan dan kekecewaan.
Ada yang tertatih-tatih melanjutkan hidup yang tak kunjung berakhir.
Ada yang melangkah tegap dan pasti menggapai asa dan mimpi.
Ada yang terus berlari, berkejaran dan berlomba dengan kebutuhan.
Semua ada dibawah matahari…
Bercerita mengenai bagaimana cara menikmati dan memperoleh bahagia dengan cara beragam dan unik.

Sementara aku sendiri, dalam diam kadang bertanya sedang dimana aku sekarang, dan apa yang sedang aku kerjakan...
Sudahkah yang aku buat memberkati banyak orang?
Sudahkah hidupku menjadi jawaban bagi orang disekitarku?
Ingatan masa lalu yang menyelinap tiba-tiba menyisakan rasa bersalah, memunculkan sebuah tanya is there second chance for me?
Bahkan dalam keterbatasan jiwa… pikiran jadi fokus pada keadaan. Memunculkan sebuah kalimat, seandainya mereka tidak selalu terfokus pada kekurangan.

Yang seorang memandang sebagai bentuk titik… kurang tebal, terlalu tebal,
Yang seorang memandang sebagai persegi… kurang simetri, terlalu kotak,
Yang seorang memandang sebagai bulatan… kurang bulat, terlalu menyerupai globe,
Yang seorang memandang seperti penggaris… kurang presisi, terlalu presisi,
Masih ada trapezium dan segi lain didunia ini…

Lelah, satu kata yang akan selalu menyergap. Sementara aku sendiri melihat kekuranganku sebagai sesuatu yang harus aku sempurnakan dan aku perbaiki. Orang lain berpikir mengenai hal lain dari diriku yang dianggap sebagai sebuah kesombongan yang harus dipangkas dan memerlukan shock terapi…
Ketika kondisi-kondisi itu ada didepan mata, selalu kembali kepada pertanyaan serupa di atas.

Temenku dipahitkan oleh kondisi yang manis.
Cerita klise mengenai hidup dalam sangkar emas. Yang kadang memunculkan rasa curiga dalam hatiku, apakah itu isapan jempol atau sebuah kebenaran.
Gelimang harta, penuh perhatian, limpah kasih sayang, banyaknya larangan menjadikannya merasa hak menjalani hidup secara penuh dibekukan. Dan justru kondisi itu yang memahitkan dia sehingga menjadi seorang pemberontak.
Jujur aku pengen bilang, omong kosong, terlalu didramatisir.
Masa kecil nurut tidak ada salahnya, karena akan datang hak itu pada masanya.

Sementara masa kecilku sempat dipahitkan karena memang kondisi yang pahit. Tapi manisnya kebaikan TUHAN melalukan aku dari kepahitan. Sehingga ketika perjalanan membawa aku pada sebuah kondisi apapun yang memahitkan, aku sudah terimun. Karena aku telah temukan penawar racun pahit itu.
Mendambakan peraturan yang akan merapikan hidupku. Pujian, bingkisan, celebration karena sebuah prestasi. Huff.., itulah kerinduan sederhana masa kecil. So simple, but i never get it.
Suer, waktu kecil aku tidak dambakan hal yang berlebihan, hanya serba cukup. Cukup perhatian, cukup kasih sayang, cukup materi. Menurutku konsep sederhana itu bisa membentuk sebuah pribadi tumbuh secara normal dalam sebuah keluarga.
But i never get it.
Alm Ibu yang memiliki masa muda yang terkekang berpikir bahwa beliau tidak bahagia dengan hidup dalam pola semacam itu. Langsung praktikum mendidik kami dengan cara yang berlawanan arah. Berharap dengan kebebasan tersebut anak-anaknya akan menemukan kebahagiaan seperti yang beliau gambarkan. Tanpa perhatian, tanpa larangan. Bahkan ditanya “duduk di kelas berapa anak bungsunya sekarang” pun tidak terjawab dengan tepat.
Tidak tau mana yang benar.

But i know that i’m not the one…

Dari dulu, tanpa ada yang memerintah dan menuntun, aku selalu berusaha mencari sebuah aturan untuk diriku sendiri supaya menjadi lebih baik dan lebih benar.
Sampai suatu saat aku sadar bahwa selalu ada yang menuntun aku untuk mencari.
Apakah semua semulus yang aku harapkan, hampir tidak pernah. Semua jauuuuh dari harapan. Smashed my hope.
Kadang dalam kondisi yang kurang stabil, muncul pertanyaan apa yang sebenarnya ingin aku jelma, kadang aku pengen jadi seorang easy going. Menambah pengetahuan ini dan itu sebagai perlengkapan supaya aku bisa diakui oleh orang disekitarku, bahwa aku sudah seperti orang yang ada dalam anganku saat itu. Menyelipkan sedikit demi sedikit kalimat berhikmat dalam setiap perbincangan untuk memperkenalkan bahwa aku adalah seseorang.

Dua kondisi yang berlawanan antara aku dan temanku, apakah ada yang salah, aku juga tidak bisa menjawab dalam definisi yang benar. Kalaupun terjawab, itu dari sisi aku.
Semua bermuara pada bagaimana akhirnya kita melihat akhir dari sebuah proses didalam hidup.

Seperti saaat ini, when i seek out my heart, ternyata beberapa adegan itu adalah sebuah ringkasan protes “aku kawanmu, jangan bedakan aku”.
Keinginan masa kecilku ternyata masih memberi energi kuat, dalam aku mengambil beberapa keputusan.
Kadang dengan begitu yakin langkah terayun, kadang kuhakimi diriku dalam hati dengan kata terlambat, karena kesadaran bahwa itu hanya bagian dari usaha manusia.

Dan hari ini aku ketemu definisi baru, bagaimana hidup kita bisa dinikmati orang lain dan bagaimana kita menikmati hidup secara utuh didalam DIA. Itu jauh lebih penting...
kata lain yang lebih umum adalah, bagaimana kita menjadi berkat buat banyak orang disekitar kita tanpa terkecuali dan beragam.
Dari orang yang kita kasihi dan mengasihi kita sampai kepada orang yang tidak menyukai kita dan tidak kenal dengan kita.

Tetap DIA yang bisa mengubah hidup “from nothing to be something
Kapan waktunya, belum ada jawabnya. By faith I said “on the way…”
Dan hari ini aku yakin, bahwa tidak ada kata terlambat bagi kita selama masih didunia ini, untuk segala sesuatu yang bertujuan positif, apalagi hal itu memiliki nilai kekal.
So let just do the best today

Second Chance not always come with the same person or condition,
it might come through another.
Just look around you. Keep doing good things..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.