Setiap
perjalanan selalu melewati dari musim ke musim, dan setiap musim selalu
memberikan pengalaman unik yang berbuahkan pelajaran baik dari sebuah
perjalanan. Terutama musim hujan.
Hujan
tanpa henti yang terjadi mulai Sabtu kemarin jam 21.25 WIB sampai pagi ini
membuat banyak orang menunda aktifitas yang tidak bernilai keharusan. Apalagi
ini hari Minggu. Selain karena kondisi jalan yang mengurangi kenyamanan
berkendara, alasan lain bagi pengendara roda dua kemungkinannya adalah harus
memakai perlengkapan hujan yang pasti cukup merepotkan. Tepatnya sih sedikit
repot jika menginginkan tetap nyaman meskipun naik roda dua waktu hujan, paling
tidak terhindar dari siraman genangan air yang tergilas roda dari kendaraan
lain. Termasuk saya, karena tidak ada tugas saya bisa memilih jam ibadah secara
fleksible, menurut kemurahan hati sang alam.
Meskipun
tidak terus menerus deras, tapi intensitas hujan cukup rapat, dan tanpa jeda,
jadi tetap saja banyak genangan air, udara lembab, atap bocor, air menetes dan
mengalir dari manapun, mungkin karena terlalu banyak, sehingga segala bentuk
lubang sekecil apapun tiba-tiba bisa berfungsi sebagai saluran air.
Ada
sebagian orang yang bersyukur karena pada waktu hujan turun sudah sampai
dirumah, dan untuk kemarin malam saya kembali masuk sebagian orang yang
bersyukur karena sudah tiba dirumah begitu hujan lebat yang menjadi pembuka
hujan tanpa spasi di satu jam berikutnya. Tapi juga pasti ada yang kurang
beruntung, karena harus menikmati hujan ditengah perjalanan. Yang pasti setiap
orang pernah mengalami kedua kondisi tersebut.
Seperti
yang pernah saya alami seminggu yang lalu (Senin, 6 Januari 2014).
Waktu
itu saya pulang dari gereja pukul 20.40 WIB masih gerimis. Rupanya hujan deras
mulai pukul 15.45 WIB yang tidak kunjung berhenti sudah menggenangi banyak ruas
jalan, bahkan jalan favorit yang biasa
saya lewati menuju kerumah, tiba-tiba penuh tergenang air cukup tinggi.
Dikatakan tinggi karena biasanya daerah tersebut jarang tergenang air sebanyak
itu.
Saya
bertemu genangan air cukup tinggi pada waktu tiba dipertengahan jalan Kranggan.
Awalnya saya berpikir untuk putar balik, karena scooter matic yang saya
kendarai cukup ngotot melintasi genangan air tersebut, tapi saya putuskan
meneruskan perjalanan, dengan harapan jalan yang saya tuju genangannya tidak
setinggi itu. Tapi ternyata diluar dugaan, daerah tersebut airnya lebih tinggi,
melebihi knalpot matic saya, dan alhasil motorpun mogok dengan sukses ditengah
banjir. Saya putar balik motor ketempat yang tidak tergenang air, tepat
disebelah warung. Saya bersyukur ada sepasang (pria dan wanita) pengendara
motor yang kebetulan melewati jalan yang sama. Mnghampiri saya, : “mogok mbak”
kata yang pria, saya menganggukkan kepala sambil tersenyum kepada keduanya.
Saya standarkan motor, saya piker motor mereka juga mogok, tapi ternyata tidak,
mereka menemani bahkan membantu mengusahakan sampai motor saya bisa kembali
dinyalakan, dengan mengeluarkan terlebih dahulu air, yang berhasil memenuhi
knalpot. Kurang lebih 20 menit, kami bertiga disitu tapi motor belum berhasil
dinyalakan. Meskipun sambil ngobrol, tapi tetap saja tegang. Karena saya tiba
dijalan tersebut pukul 20.45 WIB. Tiba-tiba ada seorang pemuda lengkap dengan
jas hujan, ikut menepi di tempat kami.
“Mogok mas” sapaaan standar musim banjir saya lontarkan. Dan dia jawab “iya
mbak”. Saya mencari informasi tentang jalan yang dia lewati, ternyata dia
melewati jalan yang akan saya tuju. Dia bilang, banjirnya cukup tinggi, lalu
menyarankan saya untuk tidak melewati jalan tersebut. Pria yang sedari tadi
sudah membantu saya memotong pembicaraan, “njenengan paham matic mas, saya
kurang paham” (anda paham motor matic mas, saya tidak paham). Tanpa basa-basi pemuda tersebut langsung
menyalakan motor saya dengan cara seperti biasa , dan berhasil. Padahal dari
tadi kami berusaha menyalakan dengan cara yang sama tidak bisa. Sambil menunggu
panas, dia bilang bahwa businya tidak ada masalah. Langkahnya juga sudah benar, air diknalpot
harus dikeluarkan dan tunggu mongering baru bisa di nyalakan kembali.
Setelah memastikan motor saya sudah berhasil
berfungsi dengan baik, sepasang penolong saya, pamit, dan saya tidak lupa
mengucapkan terimakasih. Sebelumnya saya bilang sama pemuda tersebut, “motornya
ga coba dinyalakan mas?”. “busi motor saya memang sudah sowak (rusak) tapi
nekad saya paksa nerjang banjir, jadinya ya begini”, jawabnya ringan sambil
senyum. Saya bilang kembali ke dia, “sekarang coba aj dulu, soalnya kan mas
habis melakukan kebaikan membantu saya, siapa tahu Tuhan mengembalikan kebaikan
tersebut ke mas”. Saya sudah siap diatas motor, dan pemuda tersebut akhirnya
ikutan naik diatas motor, sedikit ragu melakukan saran saya... dan kendaraan berhasil menyala. Kami
berempat bersiap-siap melanjutkan perjalanan masing-masing. Meskipun saya tidak mendengar
apa yang mereka ucapkan tapi saya melihat kebahagiaan diantara kami, karena waktu kami tidak terbuang percuma malam itu, termasuk
sepasang pengendara yang sebenarnya tidak bermasalah dengan kendaraan mereka.
Gerimis masih mengiring perjalanan saya melintasi jalan yang sebelumnya sudah dianjurkan oleh mereka tadi, untuk menghindari banjir. Selama perjalanan menuju kerumah, saya menitikan air mata ditengah rintik hujan, bukan karena nelongso (mengasihani diri sendiri), tapi air mata yang disertai senyum ucapan syukur.
Dan
pelajaran malam itu adalah bahwa kebaikan selalu mengerjakan dan berbuah kebaikan. Sebuah kesempatan melihat Kebenaran,
bahwa TUHAN adalah penolong yang setia,
tidak pernah membiarkan kita sendiri menghadapi besar atau kecilnya kesulitan. Dia
selalu siap menyediakan pertolongan melalui siapapun, apapun kesulitan kita,
dan dimanapun kita berada.
Tidak
ada yang bisa menahan perbuatan yang TUHAN kerjakan, sekalipun kita berusaha
menahan kebaikan yang seharusnya kita lakukan untuk orang lain, TUHAN
tetap akan memakai siapapun sebagai alat
untuk mengerjakan kehendakNya.
Minggu,
12 Jan 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar