Rabu, 08 Januari 2014

Budaya Baru



 Negeri tetangga yang satu ini sering disebut menjadi contoh disiplin, ketertiban dan kebersihan, terutama ditempat umum. Kalau ada uang lebih, belum pernah menginjakkan kaki disini, rasanya kurang afdol.
Karena saya berkunjung masuk di bulan desember, praktis setiap tempat umum memasang ornament bernuansa natal. Menyenangkan sekali, membuat orang yang berada ditempat-tempat tersebut menikmati kekentalan suasana natal. Menurut beberapa teman yang sering berkunjung kesana ornamennya berubah-ubah setiap tahunnya, unik dan indah, jadi sah-sah saja kalau sebagian besar orang berebut untuk mengabadikan suasana yang menyenangkan tersebut. Entahkan pendatang yang sekedar berkunjung untuk berlibur seperti saya atau penduduk setempat.

Di kota ini, meskipun ada ditengah keramaian yang padat dan lalu lalang orang dengan aktifitasnya kita tetap merasa nyaman, tanpa terganggu dengan bau tidak sedap karena sampah atau orang yang melakukan tindak kriminal. Setiap pengguna tempat umum dan alat transportasi umum bersedia mematuhi semua aturan dan tata tertib yang tertulis tanpa pengawasan, seperti mesin otomatis.

Sebenarnya dimana-mana yang namanya pelanggaran dan kesalahan, manusia adalah letaknya, dibelahan negeri manapun, tetap ada orang yang entah sengaja atau ketidak mengertian melakukannya.
Mungkin pendatang yang masih menggunakan budaya ditempat lama, atau penduduk tetap yang ingin mencoba mengusung budaya usang ditempat yang baru. Entah hanya ada beberapa orang yang kebetulan saya jumpai waktu saya berkunjung, atau memang benar adanya saya kurang paham.

Saya menjumpai beberapa budaya baru (diluar kebiasaan yang biasa saya lihat disemarang), salah satunya adalah budaya yang menggenapi satu jargon mendekatkan yang jauh menjauhkan yang dekat. 
Hampir 90% orang yang saya jumpai ditempat umum, berjalan, menunggu antrian masuk dan keluar, didalam bis kota atau MRT (Mass Rapid Transit) sistem angkutan cepat yang memfasilitasi warga kota untuk beraktifitas. Hampir setiap orang  menggunakan headset yang tersambung di smartphone masing-masing. Seperti sebuah keharusan dan tata tertib. Sekilas ada yang benar-benar menggunakannya untuk bekerja karena mungkin tidak mau sedikit waktupun terbuang untuk hal sia-sia bagi sebagian orang. Meskipun sekedar bersosialisasi dengan sesama penumpang. Tidak jarang mereka menggunakan sesuatu yang terlihat latah tersebut hanya untuk sekedar berhaha hihi atau mungkin hanya bermain game. Tapi acungan jempolmya adalah, setiap orang rela berdiri dari tempat duduknya dan memberikannya untuk orang yang lebih pantas mendapatkan tempat duduk tersebut dengan mempersilahkan sambil senyum, persis seperti yang tertulis di peraturan angkutan umum. Terus terang cukup salut melihat pemandangan yang bernilai kepatuhan tersebut, mengingat pengguna transportasi umum yang begitu variatif, hampir mewakili seluruh lapisan masyarakat dari executive muda, kaum profesional, anak sekolah, pegawai toko, dll.
Sejak hari pertama saya menginjakkan kaki di negeri singa tersebut, saya hanya menjadi pengamat jika ditempat umum. Seru sih, meskipun tidak sepanjang waktu saya memperhatikan. Adakalanya ngantuk karena tidak tersedia wifi everywhere sehingga alat komunikasi saya tidak berfungsi, jadi saya banyak menganggur, tapi kadang juga memperhatikan dengan fokus tertentu.
Ngomong-ngomong soal wifi everywhere, saya jadi malu, terus terang tanpa persiapan, jadi saya benar-benar mengandalkan wifi, sementara hotel tempat saya menginap punya peraturan khusus mengenai hal itu.
Jika reservasi melalui website maka akan gratis wifi 24 jam. Ternyata saya tidak reservasi melalui website hotel tersebut, dan setiap 2 jam dikenakan biaya sebesar 5$Sin. Saya sempat tergoda dan mencoba menggunakan servis tersebut dimalam terakhir, tapi koneksinya gagal, saya putuskan untuk membatalkan layanan tersebut.
Cukup bingung, dinegeri orang tanpa komunikasi dengan banyak orang terkasih.

Kembali ke pelajaran yang saya dapatkan di negeri singa. Masih sehubungan dengan fenomena yang ada ditempat umum. Saya sempat memperhatikan pasangan muda dengan satu anak didalam MRT, karena saya tidak ada kesibukan seperti yang 'lazimnya' dilakukan banyak orang  ditempat umum, saya memilih kesibukan untuk memperhatikan secara focus pasangan muda dengan seorang anak balita yang baru masuk dan berdiri persis didepan saya duduk. Mereka mendudukkan putri mereka, dan mereka berdua tetap berdiri. Saya melihat pasangan tersebut sibuk dengan ponselnya masing-masing, sesekali berkomunikasi singkat. Kurang kerjaan juga,   saya perhatikan putri mereka yang kira-kira berusia 4-5 itu, sedang memainkan pasmina, dia meminta benda itu dari mamanya. Entah itu akan digunakan untuk dirinya sendiri atau sengaja dibawa untuk putrinya. Sekilas terlihat tidak ada yang aneh dari gadis tersebut, karena didandani cantik, menggunakan kacamata, bandana, mantel, tapi ketika saya perhatikan gerak geriknya dia adalah gadis berkebutuhan khusus. Ironi memang, kota yang sibuk ternyata dapat menyita  perhatian pasangan muda tersebut untuk putrinya, dan memilih tetap hanyut dalam arus kesibukan mereka, tanpa memahami bahwa tujuan mereka membawa putrinya tersebut untuk menikmati weekend bersama keluarga.

Hal lain yang lebih sering saya jumpai, beberapa pasang remaja. Entah sedang pendekatan atau memang sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Mereka asik sekali (feel free) menunjukkan romantisme ditempat umum. Saya yang tanpa sengaja memperhatikan jadi merona, entah karena malu sendiri atau jadi pengen (hahaha…). Budaya itu muncul karena memang tidak semua pengguna tempat umum saling memperhatikan, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri dan saya menangkap satu prinsip, selama tidak mengganggu orang lain segala sesuatu sah.

Tapi sekali lagi itu beberapa budaya baru memang akan selalu muncul sebagai akibat kemajuan peradaban atau jaman, di belahan bumi manapun kita ada dan pada jaman kapanpun kita hidup. 
Kitalah yang menjadi penentu pilihan-pilihan cara hidup yang ada. Hal baik mana yang akan kita adopsi.

Di Semarang mungkin masih jarang kita jumpai, pejalan kaki ditempat umum atau pengguna transportasi umum dengan menggunakan smartphone dan headset, apalagi yang berpakain rapi, seperti executive muda, kaum profesi, pasti lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, terlihat lebih prestige. Mungkin banyak alasan, entah karena kekhawatiran akan mengundang tindakan kriminal atau karena alasan lain, dikira aneh (misalnya).
Tapi tidak ada yang tidak mungkin untuk mengawali segala sesuatu yang baik (ketertiban, kebersihan, keamanan, kenyamanan) di kota kita masing-masing. Meskipun pasti sangat berat untuk menmulainya, dibutuhkan latihan, pengawasan dan perawatan pada awalnya. 

Singapore 5-7 Des 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.