1. Cinta berarti bahwa aku mengetahui orang yang aku cintai. Aku
menyadari demikian banyak faset dirinya, bukan cuma sisi baiknya saja, akan
tetapi juga keterbatasan, inkonsistensi, dan kelemahan-kelemahannya. Aku
menyadari perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya, dan aku mengalami sesuatu
yang menjadi inti dirinya. Aku bisa menyelinap ke balik topeng-topeng sosial
dan peran yang dijalaninya serta melihat dirinya pada tingkat yang lebih dalam.
2. Cinta berarti aku peduli pada kesejahteraan
orang yang aku cintai. Dalam ketulusanku-kepedulianku, bukan untuk menekannya
atau mengikatnya seperti benda yang kumiliki. Sebaliknya, kepedulianku
membebaskan kami berdua. Bila aku peduli padamu, (artinya) aku peduli pada
pertumbuhanmu, dan aku berharap semoga engkau menjadi apapun yang engkau
inginkan. Konsekuensinya, aku tidak akan meletakkan batu ganjalan untuk hal-hal
yang dengannya engkau meningkatkan diri sebagai pribadi. Sekalipun untuk itu
aku harus merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani waktu.
3. Cinta berarti memiliki rasa hormat terhadap harga diri orang yang aku cintai. Bila
aku mencintaimu, aku dapat melihatmu sebagai seseorang yang terpisah dariku,
dengan nilai-nilaimu, dengan pikiran-pikiranmu, dan dengan perasaan-perasaanmu.
Aku tidak memaksamu untuk menyerahkan identitasmu, menyesuaikannya pada citra
yang kuharap kau tunjukkan. Aku dapat mengizinkan dan mendorongmu untuk berdiri
dan menjadi dirimu sendiri, dan menghindari memperlakukanmu sebagai objek, atau
menggunakanmu sebagai pemuas kebutuhan-kebutuhanku.
4. Cinta berarti memiliki tanggung jawab terhadap orang yang aku
cintai. Bila aku mencintaimu, aku responsif terhadap kebutuhan-kebutuhanmu
sebagai satu pribadi. Tanggung jawab ini tidak mengikatku untuk melakukan
apa-apa yang dapat engkau lakukan sendiri, bukan pula berarti aku menjalani hidupmu untukmu. Ia hanyalah cara untuk
menyadarkanku akan siapa diriku dan apa yang aku lakukan untukmu. Dengan cara
itulah aku terlibat dalam kebahagiaan dan kesulitanmu. Seseorang kekasih dapat
saja melukai dan mengecewakan orang yang dicintainya. Dan dalam hal ini, aku
menyadari bahwa cinta membutuhkan kesediaan menerima tanggung jawab dari apa
yang telah kulakukan terhadapmu.
5. Cinta berarti tumbuh bagiku bersama orang yang kucintai. Bila aku mencintaimu,
aku menjadi tumbuh bersama cintaku. Engkau menjadi stimulan bagiku untul lebih
memenuhi keinginanku, mewujudkan diriku yang kuinginkan. Demikian pula, cintaku
akan meningkatkan dirimu. Masing-masing tumbuh karena kepedulian kita dan
karena kita dipedulikan. Masing-masing kita berbagi untuk memperkaya pengalaman
yang tidak merusak diri kita. Buscaglia (1992) menggambarkan ide ini dengan
baik ketika menuliskan : “Kita bukan hanya harus menghormati kebutuhan bagi
pertumbuhan kekasih kita. Kita harus mendorongnya, sekalipun dengan resiko
kehilangan dia. Kelihatannya memang ironis, tapi begitulah yang sebenarnya.
Bahwa hanya melalui pertumbuhan yang terpisahlah akan ada harapan bagi
tiap-tiap orang untuk tumbuh bersama-sama.”
6. Cinta berarti dihilangkannya rasa takut. Jampolsky (1981) menegaskan bahwa rasa
takut akan kesalahan masa lalu dan ketakutan masa depan hanya menyediakan
sedikit ruang bagi dinikmatinya dan dihayatinya masa kini serta masa yang akan
datang. Tidak menilai orang lain adalah satu cara bagaimana aku bisa
membebaskan diri dari rasa takut dan mengalami cinta. Penerimaan berarti aku
tidak memusatkan diri untuk mengubah orang lain agar mereka menyesuaikan diri
pada harapan-harapanku.
7. Cinta berarti membuat komitmen pada orang yang aku cintai. Komitmen ini tidak berarti
penyerahan masing-masing diri secara total. Bukan pula berarti bahwa hubungan
yang ada harus permanen. Maknanya adalah bahwa komitmen itu mengandung
keinginan untuk selalu bersama-sama di saat-saat pedih, saat-saat sulit,
saat-saat perjuangan, dan saat-saat kesedihan, sebagaimana (keinginan untuk)
tetap bersama dalam ketenangan dan kebahagiaan.
8. Cinta berarti bahwa aku mungkin terluka. Bila aku membuka diri
karena percaya padamu, aku mungkin mengalami luka, penolakan, atau kehilangan.
Cinta melibatkan saling berbagi, saling mengalami dengan orang yang aku cintai.
Cintaku padamu berarti bahwa aku ingin menghabiskan waktu bersamamu dan berbagi
aspek-aspek hidupmu yang bermakna bersamamu. Cinta juga berarti bahwa aku ingin
berbagi sisi-sisi hidupku yang penting bersamamu.
9. Cinta berarti mempercayai orang yang aku cintai. Bila aku mencintaimu, aku
percaya engkau akan menerima kepedulian cintaku dan bahwa engkau tidak akan
melukaiku dengan sengaja. Aku percaya bahwa engkau akan melihatku sebagai
seseorang yang layak untuk dicintai. Dan (aku percaya) bahwa engkau tidak akan
mengabaikanku. Aku percaya bahwa cinta kita secara hakiki saling berbalas. Bila
kita saling percaya, kita ingin terbuka satu sama lain. (Bila kita saling
percaya) kita akan dapat melepaskan segala topeng dan kecurigaan kita, dan
mengungkapkan diri kita yang sebenarnya.
10. Cinta dapat mentoleransi ketidaksempurnaan. Dalam sebuah hubungan
cinta, ada saat-saat bosan, saat ketika rasanya aku ingin menyerah saja,
saat-saat sulit yang sungguh-sungguh, dan saat-saat aku mengalami ketiadaan
manfaat apa-apa. Cinta yang otentik tidak berarti kebahagiaan yang
terus-menerus. Aku bisa bertahan di saat-saat sulit, karena aku bisa mengingat
apa-apa yang sama-sama pernah kita miliki di masa lalu. Dan bahwa aku bisa
membayangkan apa yang akan kita dapatkan di masa depan seandainya kita cukup
berani menghadapi masalah-masalah kita dan memecahkannya bersama-sama.
11. Cinta itu membebaskan. Cinta diberikan secara bebas. Tidak diserahkan karena
permintaan. Pada saat yang sama, cintaku padamu tidak bergantung pada apakah
engkau memenuhi harapan-harapanku. Cinta sejati tidak berarti, “Aku mencintaimu
karena engkau sempurna.” Atau “...ketika engkau menjadi seperti yang aku
harapkan.” Cinta yang otentik tidak diberikan dengan rantai pengikat. Ada
kualitas tanpa syarat dalam cinta.
12. Cinta itu meluas. Bila aku mencintaimu, aku mendorongmu untuk membentuk dan
mengembangkan hubungan-hubungan lain. Sekalipun hidup kita untuk satu sama lain
dan komitmen kita berdua menjadi inti dari apa yang kita lakukan, tetapi kita
satu sama lain tidak terikat secara total dan eksklusif. Hanya cinta palsulah
yang memasung seseorang dengan seseorang yang lain. Demikian dekatnya hingga
tidak memberikan ruang untuk tumbuh. Casey dan Vanceburg (1985) menyebutkan ini
: “Bukti yang jujur dari cinta kita adalah komitmen untuk mendorong
pengembangan diri masing-masing secara penuh. Kita adalah pribadi-pribadi yang
interdependen yang membutuhkan kehadiran (sesuatu) yang lain untuk memenuhi
takdir kita. Sekalipun demikian, kita juga individu yang terpisah. Kita harus
berjuang atas nama kita sendiri.”
13. Cinta berarti memiliki satu keinginan terhadap orang yang aku cintai
tanpa memiliki tuntutan yang harus
dipenuhinya. Bila aku bukan apa-apa tanpamu, maka aku tidak akan
sungguh-sungguh bebas mencintaimu. Bila aku mencintaimu dan engkau
meninggalkanku, aku akan merasakan kehilangan dan kesedihan. Tapi aku masih
mampu untuk hidup. Bila aku terlalu bergantung padamu untuk makna dan
kehidupanku, aku tidak akan bebas menguji hubungan kita. Juga tidak bebas untuk
memberimu tantangan dan berbeda darimu. Karena rasa takutku kehilanganmu, aku
akan berdiam ketika menerima apa yang tak kuinginkan. Dan ini tentu menimbulkan
perasaan kecewa.
14. Cinta itu mengidentifikasikan diri dengan orang yang aku cintai. Bila aku
mencintaimu, aku bisa berempati padamu dan melihat dunia melalui matamu. Aku
mengidentifikasikan diri padamu karena aku bisa melihat diriku di dalam dirimu
dan dirimu di dalam diriku. Kedekatan ini tidak berarti sebuah “kebersamaan”
yang terus-menerus, karena jarak dan keterpisahan seringkali esensial dalam
hubungan cinta. Jarak dapat memperkuat ikatan cinta. Ia akan membantu kita
menemukan kembali diri kita, sehingga kita dapat bertemu lagi dalam sebuah cara
yang baru.
15. Cinta itu selfish. Aku hanya bisa mencintai dirimu bila aku secara tulus
mencintai, menilai, menghargai, dan menghormati diriku sendiri. Bila aku
kosong, maka yang dapat kuberikan padamu adalah kekosonganku. Bila aku merasa
diriku utuh dan berharga, aku akan mampu memberikan padamu dari apa yang telah
kumiliki. Satu cara terbaik untuk memberimu cinta adalah dengan
sepenuh-penuhnya menikmati kebersamaanku denganmu.
16. Cinta melibatkan kemampuan melihat potensi di dalam diri orang yang aku cintai. Bila aku mencintaimu,
aku bisa melihatmu sebagaimana diri yang engkau inginkan, sementara aku tetap
dapat menerima dirimu saat ini. Pengamatan Goethe menjadi relevan dalam hal
ini, dengan menghadapi orang sebagaimana adanya, kita membuat mereka menjadi
lebih buruk. Tetapi, dengan memperlakukan mereka seolah-olah mereka telah
seperti orang yang mereka inginkan, kita membantu mereka menjadi orang yang
lebih baik.
17. Cinta berarti membuang ilusi tentang penguasaan
penuh akan diri kita, orang lain, dan sekeliling kita. Semakin aku berusaha
mengontrol secara penuh, semakin tidak terkontrollah diriku. Cintai berarti
penyerahan kontrol dan terbuka terhadap peristiwa-peristiwa hidup. Cinta
berarti kapasitas untuk dikejutkan. Menghadirkan kejutan ke dalam cinta, kata
Buscaglia (1992), adalah cara untuk terus menghidupkan hubungan : “Cinta mati
karena bisa diramalkan. Esensinya yang tertinggi adalah kejutan dan kekaguman.
Membuat cinta menjadi tahanan hidup keseharian berarti membuang kegairahannya
dan membuat ia hilang selamanya.”
18. Cinta sejati menurut buku The
Art of Loving mengatakan bahwa cinta yang matang
menyimpulkan esensi cinta sejati dengan amat baik : “Cinta yang matang adalah
kesatuan dalam keadaan yang menjaga integritas tiap orang, individualitas
masing-masing. Dalam cintalah paradoks ini terjadi, bahwa ketika dua manusia
menjadi satu mereka tetaplah dua.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar