Pernahkah anda merasa tidak
dilibatkan dalam sebuah rantai aktifitas rutin yang berkesan sengaja? Atau anda
pernah berdiskusi dengan seseorang dan anda menganggap lawan diskusi anda
adalah orang yang selalu mencari pembenaran, dan tidak jujur mengakui kebenaran
yang anda sampaikan? Atau anda pernah mengalami situasi dimana anda
menyampaikan sebuah kabar yang benar, tetapi justru orang-orang menganggap anda
sebagai seorang pembohong? Karena hal paling sukar didunia adalah menyampaikan
fakta yang tidak bisa dibuktikan. Saya rasa situasi seperti ini semua orang
pernah mengalaminya atau bahkan lebih dari itu.
Pada dasarnya, cara berpikir
manusia, bertingkah laku, bersikap dan lain-lain adalah egosentris. Artinya,
sudut pandang yang dipegang adalah sudut pandang pribadi. Ini adalah hal yang
manusiawi. Seseorang berbuat untuk mempertahankan eksistensi pribadi. Hal yang
menjadi masalah adalah jika pribadi-pribadi tersebut bertemu, maka akan
memunculkan sudut pandang pribadi yang berbeda-beda. Yang lebih mengacaukan
lagi ada pribadi-pribadi yang hanya suka mengambil sisi negatif kemudian
meneruskan informasi yang tidak selengkapnya dan sebenarnya. Bagaimana cara
membangun komunikasi dengan pribadi yang memiliki sudut pandang yang
berbeda-beda?
Terkadang kita terpikat dengan
seseorang, dimana kita melihat mereka sangat berhasil dalam membangun
komunikasi. Atau kita percaya pada teman kita yang luar biasa, yang sangat
perhatian kepada kita dan komunikatif.
Hal yang kita temukan pada
orang-orang yang bisa membangun komunikasi yang baik adalah, mereka selalu
dapat menempatkan posisinya secara tepat. Terkadang kita akan melihat mereka
adalah seorang pendengar yang baik, dan diwaktu yang lain akan menjadi
pembicara yang baik, dan situasi yang lain, mungkin kita akan menemukan mereka
sebagai pemberi saran yang jitu. Seseorang yang berhasil dalam membangun
komunikasi adalah orang yang bisa memahami sudut pandang dan kebutuhan orang
lain. Mereka menekan ego pribadinya sendiri, untuk bisa mendalami pendapat
orang lain.
Fakta yang kita ketahui bahwa,
seseorang yang mau menang sendiri, suka berdebat, dan tidak mau mengakui
kesalahan, adalah orang-orang yang tidak kita sukai. Yang menjadi masalah
adalah, jika ketidaksukaan kita kepada mereka membuat kita memaksakan kehendak
kita dan tidak mendengarkan apa yang hendak mereka sampaikan, sehingga kita
membalasnya dengan sikap yang tidak bersahabat.
Belajar memahami sikap dan
pendapat orang lain menunjukkan bahwa kita bertingkahlaku sebagai orang dewasa.
Semua orang bisa berbicara dan berdebat, tetapi tidak semua orang bisa memahami
sikap orang lain atau menjadi pendengar baik.
Adakah ‘zat kimia’
tertentu atau pola tertentu yang mempengaruhi sifat, sikap, serta reaksi kita,
dan itu terasa dalam menghadapi berbagai situas? Sehingga, kita bisa lebih
berdamai dan mengerti mengapa semua reaksi itu terjadi. Bukankah akan lebih
nikmat hidup ini kalau kita satu sama lain saling memahami?
Florence Litteur, penulis buku terlaris Personality Plus menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami, kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain. Kita akan jadi mengerti mengapa teman atau atasan kita gampang sekali berjanji, Dan hebatnya, dengan mudah pula ia melupakannya. “Oh ya, saya lupa,” katanya sambil tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti mengapa ada teman kita tidak mau sedikitpun mendengar pendapat kita, tidak mau kalah, cenderung mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya, dan makin sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk mengalahkannya.
Menurut Florence, golongan watak pertama adalah sanguinis, “yang populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun, orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir ‘pendek’ dan hidupnya serba tidak beraturan. Jika suatu kali anda melihat meja kerja teman atau orang terdekat anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji, apalagi bikin planning atau rencana. Namun, kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin membuktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tidak melakukan apapun juga.
Lain lagi dengan tipe kedua, golongan watak melankolis, “yang sempurna”. Agak berseberangan dengan si sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, dan tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka, dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan. Namun, orang melankolis cenderung menganalisis, memikirkan, dan mempertimbangkan. Lalu, kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul merupakan hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.
Florence Litteur, penulis buku terlaris Personality Plus menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami, kita akan sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain. Kita akan jadi mengerti mengapa teman atau atasan kita gampang sekali berjanji, Dan hebatnya, dengan mudah pula ia melupakannya. “Oh ya, saya lupa,” katanya sambil tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti mengapa ada teman kita tidak mau sedikitpun mendengar pendapat kita, tidak mau kalah, cenderung mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya, dan makin sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk mengalahkannya.
Menurut Florence, golongan watak pertama adalah sanguinis, “yang populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun, orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir ‘pendek’ dan hidupnya serba tidak beraturan. Jika suatu kali anda melihat meja kerja teman atau orang terdekat anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji, apalagi bikin planning atau rencana. Namun, kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin membuktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tidak melakukan apapun juga.
Lain lagi dengan tipe kedua, golongan watak melankolis, “yang sempurna”. Agak berseberangan dengan si sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, dan tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka, dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan. Namun, orang melankolis cenderung menganalisis, memikirkan, dan mempertimbangkan. Lalu, kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul merupakan hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.
Orang melankolis
selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan
heran jika kita menemukan seorang balita yang ‘melankolis’ tidak akan bisa
tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi.
Dan, jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun oleh teman
kost ‘melankolis’ Anda. Sebab, betul-betul
ia menata dengan sangat rapi, dari warna, jenis, dan klasifikasi pemakaiannya
sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata
letak setiap jenis pakaian tersebut dengan maping. Ia akan dongkol sekali kalau
susunan itu tiba-tiba jadi lain.
Ketiga, adalah manusia koleris, “yang kuat”. Mereka suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “Hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya ; tanpa saya berantakan semua.” Karena itu mereka sangat goal oriented, tegas, kuat, cepat, dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tidak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “Ya pasti jadi!” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tidak mudah menyerah, tidak mudah pula mengalah. Jika ditunjang dengan tatanan nilai yang baik dalam hidupnya akan menjadi pengaruh positif. Sehingga tidak menyesatkan hidupnya dengan menghalalkan segala cara dalam pencapaian.
Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, yaitu sang flegmatis atau “cinta damai”. Kelompok ini tidak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya tidak terus berkepanjangan.
Kaum flegmatis kurang bersemangat, kurang teratur, dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda.
Ketiga, adalah manusia koleris, “yang kuat”. Mereka suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “Hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya ; tanpa saya berantakan semua.” Karena itu mereka sangat goal oriented, tegas, kuat, cepat, dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tidak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “Ya pasti jadi!” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tidak mudah menyerah, tidak mudah pula mengalah. Jika ditunjang dengan tatanan nilai yang baik dalam hidupnya akan menjadi pengaruh positif. Sehingga tidak menyesatkan hidupnya dengan menghalalkan segala cara dalam pencapaian.
Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, yaitu sang flegmatis atau “cinta damai”. Kelompok ini tidak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri tidak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya tidak terus berkepanjangan.
Kaum flegmatis kurang bersemangat, kurang teratur, dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda.
Dari sekarang coba amati
orang-orang disekitar Anda, rekan kerja, teman di komunitas atau anggota keluarga.
Jangan-jangan Anda sekarang mulai mengerti mengapa mereka selama ini bertingkah
laku “seperti itu”. Dan, Anda pun akan tertawa sendiri waktu mengingat berbagai
kejadian selama ini.
Tapi apakah persis
begitu? Tentu saja tidak. Florence Litteur, berdasarkan penelitiannya
bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata keempat watak itu pada dasarnya
juga dimiliki setiap orang. Yang beda hanyalah ‘kadarnya’. Oleh sebab itu
muncullah beberapa kombinasi watak manusia.
Ada orang yang tergolong koleris-sanguinis. Artinya kedua watak itu dominan sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain. Di sekitar kita banyak sekali orang-orang tipe koleris-sanguinis ini. Ia suka mengatur-atur orang, tapi juga senang bicara (dan mudah juga jadi pelupa).
Ada orang yang tergolong koleris-sanguinis. Artinya kedua watak itu dominan sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain. Di sekitar kita banyak sekali orang-orang tipe koleris-sanguinis ini. Ia suka mengatur-atur orang, tapi juga senang bicara (dan mudah juga jadi pelupa).
Lain lagi dengan kaum flegmatis-melankolis. Pembawaannya diam, tenang, tapi ingat, semua yang Anda katakan akan ia pikirkan, ia analisis. Lalu, saat mengambil keputusan pastilah keputusannya berdasarkan perenungan yang mendalam dan ia pikirkan matang-matang.
Banyak lagi tentunya kombinasi yang ada pada tiap manusia. Tetapi yang penting adalah bagaimana memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas hidup kita. Jika kita bisa saling mengerti sifat dan watak ini, akan cenderung ‘memaafkan’ ketika ada kesalahpahaman dan berusaha untuk menyikapi perbedaan watak itu secara bijaksana.
Watak manusia memang
amat beragam. Jika ada pertanyaan, di antara semua watak itu, mana yang paling
baik? Jawabannya, tidak ada yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orang
sanguinis, dunia ini akan terasa sepi. Tanpa orang melankolis, mungkin tidak
ada kemajuan di bidang riset, keilmuan, dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia
ini akan berantakan tanpa arah dan tujuan. Tanpa sang flegmatis, tidak akan ada
orang bijak yang mampu menjadi pendamai.
Yang penting bukan
mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah keterampilan bagaimana berhubungan dengan orang lain (interpersonal
skill). Tentu saja awalnya adalah, “kita dulu yang harus berubah.” Belajarlah
jadi pengamat tingkah laku manusia, lalu tertawalah!
Indie *240513
Tidak ada komentar:
Posting Komentar