Berjumpa Penolakan
Seseorang yang sering berjumpa dengan situasi tertolak, baik dalam relasi pribadi, pekerjaan, atau lingkungan sosial, bisa jadi mengalami hal ini karena kombinasi berbagai faktor. Beberapa penyebab umum yang bisa menjadi latar belakangnya, baik dari sisi internal (diri sendiri) maupun eksternal (lingkungan):
🔍 Penyebab dari Dalam Diri (Internal):
1. Kurangnya rasa percaya diri
Orang yang tampak tidak yakin atau terlalu ragu-ragu bisa dianggap tidak meyakinkan, sehingga tidak dipilih atau diabaikan.
2. Cara komunikasi yang tidak efektif
Misalnya terlalu agresif, terlalu pendiam, atau sulit menyampaikan pikiran dengan jelas dapat menimbulkan kesan yang salah.
3. Luka batin masa lalu (trauma penolakan)
Pengalaman ditolak di masa lalu bisa membuat seseorang terlalu sensitif atau defensif terhadap kemungkinan penolakan baru, hingga akhirnya menciptakan semacam "lingkaran setan".
4. Body language atau ekspresi yang menutup diri
Misalnya tidak kontak mata, postur tertutup, atau tampak tidak tertarik, sehingga orang lain merasa tidak nyaman atau tidak diterima.
5. Perfeksionisme atau kontrol berlebihan
Bisa membuat orang lain merasa tertekan atau tidak bebas saat bersama, dan akhirnya menjauh.
🌐 Penyebab dari Lingkungan (Eksternal):
1. Lingkungan yang toksik atau tidak suportif
Mungkin sebenarnya bukan kesalahan pribadi, tetapi memang berada dalam lingkungan yang penuh persaingan, penghakiman, atau diskriminasi.
2. Perbedaan nilai atau pandangan hidup
Jika seseorang memiliki prinsip atau cara berpikir yang berbeda dengan kebanyakan, dia bisa saja dianggap "aneh", "tidak cocok", dan akhirnya sering ditolak.
3. Kecemburuan atau persaingan
Kadang seseorang ditolak bukan karena kekurangannya, tapi justru karena orang lain merasa terancam oleh potensinya.
4. Label sosial atau stigma
Misalnya latar belakang ekonomi, pendidikan, atau status tertentu bisa membuat seseorang lebih sering ditolak tanpa kesempatan yang adil.
💡 Catatan Rohani (Jika dikaitkan dengan kehidupan iman):
• Dalam beberapa kasus, penolakan bisa menjadi cara Tuhan melindungi atau mengalihkan seseorang dari sesuatu yang bukan bagian dari rencana-Nya.
• Kisah Yesus sendiri dipenuhi dengan penolakan, namun itu tidak mengurangi nilai-Nya, justru menggenapi panggilan-Nya.
Belajar Memandang Penolakan dengan Kacamata Iman dan Pemulihan
“Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” (Yohanes 1:11)
Penolakan bahkan dialami Yesus sendiri. Tapi itu tidak pernah membatalkan siapa Dia dan misi-Nya.
🧠 Poin-Poin Penting
1. Mengapa Kita Sering Ditolak?
Tidak selalu karena kita salah, bisa jadi karena kita berbeda.
Kadang orang menolak bukan karena kita tidak layak, tapi karena mereka tidak siap menerima kebenaran atau keunikan kita.
2. Apa Dampaknya?
Rasa tidak berharga, minder, overthinking, bahkan membenci diri sendiri.
Tapi ini bisa jadi peluang untuk refleksi: Apakah aku menaruh nilai diriku hanya berdasarkan penerimaan orang lain?
3. Apa yang Alkitab Katakan?
Yesus ditolak supaya kita diterima.
Mazmur 27:10: “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku.”
Tuhan tidak membentuk kita supaya disukai semua orang, tapi supaya kita serupa dengan Kristus.
4. Dari Penolakan ke Pengarahan
Kadang penolakan adalah cara Tuhan berkata: “Bukan di sini. Aku sedang mengarahkan kamu ke tempat yang lebih tepat.”
Yusuf ditolak oleh saudara-saudaranya, tapi itu membawanya ke posisi menyelamatkan banyak orang.
1. DARI SISI PSIKOLOGI: “Mengapa Saya Sering Ditolak?”
a. Luka masa kecil (inner wound)
Seseorang yang mengalami penolakan dari orang tua atau lingkungan saat masih kecil bisa membawa luka batin yang belum sembuh. Luka ini memengaruhi cara ia menjalin relasi, membuatnya takut terbuka, atau justru terlalu butuh diterima.
b. Self-fulfilling prophecy
Kalau seseorang sudah yakin akan ditolak, ia bisa secara tidak sadar bersikap atau berinteraksi dengan cara yang membuat penolakan itu terjadi (contoh: terlalu pasif, terlalu defensif, atau malah menguji orang lain).
c. Kurangnya keterampilan sosial
Sulit membaca situasi, berbicara terlalu dominan, atau tidak tahu kapan mendengarkan bisa membuat orang merasa tidak nyaman, lalu menjauh.
d. Standar atau ekspektasi yang tidak realistis
Kadang seseorang merasa tertolak, padahal sebenarnya hanya tidak cocok. Tapi karena ekspektasinya tinggi terhadap penerimaan orang lain, ia merasa ditolak setiap kali tidak mendapatkan reaksi yang diharapkan.
2. DARI SISI IMAN: “Tertolak Bukan Berarti Tak Berharga”
a. Yesus pun ditolak
Yesus sendiri “datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi mereka tidak menerima Dia” (Yohanes 1:11). Penolakan bukan berarti kita salah atau tidak layak, melainkan bisa menjadi bagian dari perjalanan ketaatan dan keserupaan dengan Kristus.
b. Penolakan bisa jadi perlindungan
Kadang Tuhan mengizinkan pintu tertutup, agar kita tidak masuk ke tempat yang salah. Penolakan bisa jadi cara Tuhan melindungi kita dari relasi yang akan menyakiti, dari lingkungan yang akan melemahkan iman kita.
c. Identitas kita tidak ditentukan oleh penerimaan manusia
Efesus 1:6 menyatakan kita “diberikan karunia yang mulia dalam Dia yang dikasihi-Nya.” Artinya, meski dunia menolak, Tuhan sudah menerima kita sepenuhnya. Ini fondasi yang kuat untuk bangkit dari setiap penolakan.
3. DARI SISI PENGALAMAN PRIBADI: “Belajar Bertumbuh Lewat Penolakan”
a. Ditolak bukan berarti gagal
Banyak orang sukses, baik dalam karier, pelayanan, bahkan relasi, pernah ditolak berkali-kali. Tapi mereka memilih belajar, memperbaiki diri, dan tidak menyerah.
b. Belajar memilah penolakan
Kita harus belajar membedakan penolakan yang membangun (karena memang perlu berubah), dan penolakan yang tidak berdasar (karena orang lain punya luka atau perspektif sempit).
c. Proses mengenali jati diri
Lewat penolakan, banyak orang justru mulai memahami siapa mereka sebenarnya, apa nilai mereka, dan mana komunitas yang benar-benar bisa menerima dan menumbuhkan mereka.
Indie *Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar