Senin, 16 Maret 2009

Mahalnya Legalitas

Legalitas yang dilakukan Yesus
Legalitas, sebuah kata familiar buat anak-anak yang baru lulus sekolah kemudian ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, selalu butuh legalisir ijasah untuk bukti keaslian data fotocopy yang harus diserahkan.
Dunia bisnis juga perlu legalitas surat dan data yang ada sebagai jaminan keamanan.
Tapi saya tidak sedang membahas legalitas dalam arti yang sesungguhnya, melainkan mengenai legalitas yang sudah Tuhan buat bagi hidup kita seperti dalam Yoh 3:16.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”
Bapa berpendapat bahwa hubungan manusia dengan Dia membutuhkan legalitas. Untuk itu Dia lakukan buat kita.
Ada 3 teladan atas korban yang bisa kita ambil dalam legalitas yang sudah Allah kerjakan.

  1. Melepaskan hak
    Dia harus merelakan haknya sebagai anak, dan turun menjadi manusia biasa dan mengambil alih seluruh dosa kita meliputi cela, rasa malu dan penderitaan, hanya supaya kita juga bisa memiliki hak yang sama seperti Dia, yaitu hak menjadi anak dan hak sebagai ahli waris kerajaan Surga. Mari sejenak berandai-andai, apa yang terjadi dengan kita seandainya kita di posisi Yesus, kemudian mempertimbangkan kehendak Bapa dan menolak menjadi manusia biasa, kemudian menolak kehendak Bapa dan memilih untuk tenang tinggal dekat Bapa dan menikmati kelimpahan, kedamaian Surga. Asli hidup kita pasti habis binasa dalam maut.
    Tapi kita harus bersyukur keputusan yang diambil Yesus dalam ketaatanNya kepada Bapa bagi kita, karena sobat hari ini masih bisa baca tulisan ini, itu berarti keselamatan berikut hak-hak Yesus beralih menjadi milik kita.
    Untuk itu kita harus kerjakan keselamatan dengan takut dan gentar kepada Tuhan. Yang terpenting meneladani apa yang sudah Dia buat.
  2. Mengambil alih dosa
    Menanggung dosa atas perbuatan manusia. Menanggung cela dan malu, sebab pengakuanNya. Pasti sobat pernah liat film the passion of Christ kan, kalau sobat simak dialognya pasti sobat menangkap dan bisa merasakan Yesus harus menanggung rasa malu karena olok-olok dan kepedihan karena beberapa saat harus merasa ditinggalkan Bapa pada waktu yang begitu berat. Dalam Mat 27:40-46
    27:40 mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!"
    27:41 Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata:
    27:42 "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.
    27:43 Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah."
    Dan itu tetap Yesus lakukan dalam ketaatan atas kehendak Bapa bagi kita.
  3. Menyerahkan kehidupan
    “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10)
    Maut yang ditanggungNya adalah untuk sebuah kehidupan bagi kita, bahkan bukan hanya sebuah hidup tapi kita miliki dalam segala kelimpahan bahkan kekekalan.
    Teladan mulia yang harus kita hidupi sebagai hayat.
    Legalitas yang dilakukan manusia
    Sebenarnya ada pilihan, mengklarifikasi kesalah mengertian atau diam kemudian melakukanlegalitas pendapat.
    Sama seperti Yesus, Dia juga bisa mempertimbangkan dan memilih, tapi pilihan Yesus berdasar ketaatan atas kehendak Bapa demi penggenapan sebuah janji yaitu keselamatan dunia.

Sebenarnya manusia dengan segala keterbatasannya pun bisa memilih untuk melihat, menangkap dan melakukan yang baik dengan bantuan Roh Kudus, layaknya teladan yang sudah diberikan Yesus.
Tapi banyak dari kita tidak meneladani legalitas yang sudah dilakukanNya dan memilih diam kemudian melakukan legalitas atas dasar ego atau keinginan daging (hawa nafsu).
Disini letak kontradiksi antara legalitas yang dilakukan Allah dan legalitas yang dilakukan manusia.
Manusia melakukan legalitas hanya demi membenarkan pendapat. Sehingga teladanNya pun ikut diputar balikkan.

  1. Merasa berhak
    Ketika opini yang dilempar tidak mendapat respon yang baik dari yang bersangkutan, manusia merasa berhak untuk mencelupkan ybs ke dalam gudang WIPnya (hehehe, Work In Process) dan kemudian mempengaruhi orang-orang disekitarnya dengan berbagai cara, baik yang terpuji dan tidak terpuji (biasanya sih tidak terpuji) demi membuktikan kebenaran pendapatnya. Sampai pada titik dimana lingkungan yang dikehendakinya mengakui, kamu benar.
    Pertanyaannya, benar menurut siapa dan untuk apa, itu juga sebuah case yang mutlak harus dijawab.
    Kalau Yesus jelas untuk menggenapi kehendak Bapa dan untuk keselamatan dunia, termasuk sobat dan saya.
  2. Mengalihkan beban
    Sebenarnya, dalam hati kecil manusia pemberi opini tsb sudah menemukan jawaban, dan membuktikan bahwa opininya salah. Tapi beban atas rasa salah dan rasa tidak nyaman dari penemuan itu justru tidak digunakan sebagai rekonsiliasi atau penyelesaian dengan ybs tapi justru mengalihkannya kepada orang penerima opini dengan sebuah kalimat “biar tau rasa”. Yang dimaksud rasa disini hanya pemberi opini yang tau. Kalau yang dimaksud adalah rasa cela dan rasa malu dsb, untuk kita yang sudah memahami legalitas yang dilakukan Allah tidak perlu dijadikan beban. Tapi serahkan setiap perkara yang tidak kita pahami ke dalam tangan Tuhan, biar Tuhan yang berperkara.
  3. Mengambil kehidupan
    Karakter adalah sebuah kehidupan, dan pembuktian sebuah pendapat selalu berhubungan dengan pembunuhan karakter (hehehe, bahasanya anarkis ya, tapi saya tidak berhasil menemukan kata yang tepat selain itu).
    Biasanya dengan kalimat “kalau dia memang orangnya begitu, liat saja nanti akan begini”
    Ketika manusia berhasil membunuh karakter seseorang, saat itu juga manusia merasa bahwa karakternya sudah muncul dalam sebuah kebenaran yang dia ciptakan sendiri melalui sebuah legalitas opini yang sudah dia selesaikan.
    Padahal pemberi opini belum memahami dengan jelas penerima opini, even more pemberi opini belum memahami dengan jelas, apalagi lingkungan yang hanya melihat sebuah akhir tanpa tau sebenarnya dengan mudah berkata, ooo yang kamu bilang itu benar.
    Hm, kalo kesaksian tentang kebaikanNya yang dibagikan pasti menjadi berkat, tapi kalo hal tidak baik, itu akan jadi ragi dan mengkamirkan adonan.

Hari ini saya juga dipaksa menyaksikan dan menyetujui beberapa opini tentang saya itu, karena lingkungan yang mereka kehendaki sudah membuktikan legalitas opini tsb.
Saya hanya bersyukur, tersenyum kemudian berserah.
Karena saya menyadari betapa rumitnya mengumpulkan jawaban mengapa yang muncul didalam hati dan pikiran saya.
Tepatnya awal taon, 2 Januari 2008, saya melepas aktifitas dan kesibukan sia-sia saya mengumpulkan jawaban untuk setiap mengapa yang muncul.
Waktu saat teduh pukul 9 pagi, saya make a wish, dan saya menyelipkan beberapa mengapa, berikut jawaban yang terkumpul. Saya sampai pada batas ketidak mampuan untuk memahami semuanya kemudian saya menangis dengan ratapan. Di tengah isak saya yang panjang, ada sebuah pertanyaan lembut yang tertangkap dengan jelas oleh telinga secara audible dan telinga hati saya “apakah pertanyaanmu, membuat kamu sejahtera, dan jawaban yang terkumpul mengurangi bebanmu dan membuatmu damai?” saya spontan jawab “tidak” suara itu melanjutkan “siapa yang mengharuskan kamu melakukan itu”. Sejenak saya diam, kemudian menjawab “ga ada”. Selanjutnya suara itu hanya menitipkan pesan dalam hati tentang hal yang harus saya kerjakan.

  1. Tetap tinggal dalam hadiratNya disetiap kesempatan.
  2. Berusaha hidup baik dan benar dihadapan Tuhan dan manusia.
  3. Mazmur 37:1-8

Selebihnya hal diluar kemampuan dan kekuatan saya, akan diambil alih oleh kasihNya.
Sebuah pesan indah yang pasti saya bisa kerjakan selama saya mengandalkan Dia.
Sebab kuasaNya tetap berlaku atas hidup kita sejauh iman percaya kita dan mujizatNya pun tetap berlangsung bagi hidup kita sejauh ucapan syukur yang kita naikan dari hati yang mengasihi Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Abigail Indiana

Foto saya
I am a product of GOD's Grace. Single, Simple person but will always be an extraordinary person. Just a nature, Truth lover, jazzy lover, coffee lover. Selalu mendefinisikan setiap fase hidup dengan ucapan syukur. I love my beloved Savior, He loves me unconditionally.